Dinamika Pergub DKJ: Izin Kawin-Cerai ASN Picu Polemik, Pemerintah Diminta Bijak

Min.co.id ~ Jakarta ~ Langkah Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) menuai tanggapan hangat dari publik.

Aturan yang awalnya bertujuan memperkuat regulasi ini justru menjadi polemik terkait sensitivitas gender dan perlindungan hak perempuan.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menyoroti sejumlah kelemahan dalam Pergub tersebut, khususnya pada penggunaan bahasa yang dianggap kurang menghormati perempuan.

“Setiap kebijakan yang dirancang seharusnya mengutamakan perspektif gender, terlebih jika menyangkut perempuan dan anak,” tegasnya pada Kamis (23/1/2025).

Pergub ini lahir dari tingginya angka perceraian di kalangan ASN Pemprov DKJ, dengan 116 kasus dilaporkan sepanjang 2024. Plt Asisten Setda Bidang Kesejahteraan Rakyat Pemprov DKJ, Suharini Eliawati, menyatakan bahwa Pergub ini bertujuan memberikan kepastian hukum dalam proses kawin-cerai ASN, khususnya untuk melindungi hak mantan istri dan anak.

Namun, Menteri PPPA mengingatkan bahwa kebijakan dengan nuansa diskriminatif berpotensi melukai perjuangan kesetaraan gender yang selama ini digalakkan.

“Kami berharap Pergub ini dikaji ulang agar lebih adil, humanis, dan mengedepankan perlindungan hak perempuan,” ujar Arifah.

Suharini menjelaskan, Pergub ini telah melalui harmonisasi dengan Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Hukum dan HAM pada akhir 2023. Meski demikian, Menteri PPPA menilai proses ini belum sepenuhnya melibatkan partisipasi publik yang bermakna.

“Kami akan membuat kajian mendalam untuk memberi rekomendasi terbaik kepada Pemprov DKJ,” tambah Arifah. Kajian ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi revisi Pergub agar lebih responsif terhadap isu gender.

Sebagai pusat kebijakan nasional, Pemprov DKJ diharapkan menjadi teladan dalam menerapkan regulasi yang berkeadilan.

“DKJ harus peka terhadap isu-isu yang berkembang, terutama menyangkut perempuan dan anak. Kebijakan yang diskriminatif tidak hanya mencederai masyarakat, tetapi juga mencoreng citra pemerintah,” ujar Menteri PPPA.

Dengan polemik yang mengemuka, dialog intensif antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat sipil menjadi kunci mencari solusi terbaik. Publik berharap revisi Pergub ini tidak hanya mengatasi isu teknis hukum, tetapi juga mencerminkan komitmen nyata terhadap keadilan sosial dan kesetaraan gender.(*ip)

Editor : Achmad

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *