Min.co.id-Lebaran selalu menjadi momentum untuk masyarakat Indonesia pulang ke kampung halaman atau dinamakan mudik.
Tiap tahunnya ketika menjelang Lebaran, maka istilah mudik ini menjadi hal yang akan sangat sering kita dengar. Tapi pernahkan kita penasaran dan bertanya, mengapa pulang kampung saat Lebaran itu dinamakan mudik?
Namun ternyata kata mudik ini sebenarnya merupakan singkatan yang berasal dari Bahasa Jawa Ngoko yang memiliki arti pulang sebentar. Kemudian, seiring perkembangan, kata mudik kini telah mengalami pergeseran makna.
Mudik dikaitkan dengan kata ‘udik’ yang artinya kampung halaman, desa, dusun, atau daerah yang merupakan lawan kata dari kota.
Dengan pendekatan tersebut, maka kata mudik diartikan sebagai kegiatan seseorang pulang ke desa dimana tempat yang pernah ia tinggali atau kampung halamannya.
Awalnya mudik dilakukan oleh orang Jawa pada jaman Majapahit yang merantau ke kota untuk pulang ke kampung dengan tujuan berziarah atau membersihkan makam leluhur. Kemudian saat jaman berganti istilah mudik mengalami perkembangan makna yang dikaitkan dengan hari raya Idul Fitri, sehingga istilahnya menjadi “mudik lebaran”.
Kegiatan mudik lebaran mulai berkembang di Indonesia pada awal 1970-an pada saat bertumbuhnya kota-kota besar kemudian terjadi urbanisasi penduduk dari desa ke kota. Dan ini bukan hanya terjadi di Jawa saja tapi sudah menjadi tradisi baru seluruh kota di Indonesia. Tujuannya bukan lagi sekedar berziarah ke makam leluhur tapi lebih pada menjalin silaturahmi dengan orangtua dan keluarga yang tinggal di kampung.
Bagi sebagian orang mudik lebaran juga digunakan sebagai salah satu sarana untuk unjuk sukses secara ekonomi dan jabatan kepada orang- orang di kampung. Dan bagi sebagian orang mudik lebaran juga digunakan untuk mengenang dan kembali mengikat jalinan hati dengan teman-teman sekolah semasa kecil saat SD sampai SMA. Ada juga orang melakukan mudik lebaran untuk mengenalkan kampung halaman atau asal usul dirinya kepada anak cucunya.
Namun apapun tujuannya, mudik lebaran sudah menjadi ritual tahunan rutin bagi orang- orang Indonesia yang merantau ke kota besar. Dan jumlahnya dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan yang cukup besar. Tahun 2018 jumlah orang yang mudik lebaran mencapai 21 juta orang. Dan tahun 2019 ini diperkirakan mencapai sekitar 23 juta orang.
Bagi saya pribadi, mudik saya maknai sebagai ritual “PULANG” untuk mengingat dari mana saya berasal. Dulu tujuan utama saya mudik lebaran untuk sowan sungkem ke orangtua. Namun pada saat sekarang sudah tidak punya orangtua lagi, mudik lebaran saya gunakan untuk melakukan silaturahmi dengan saudara kandung dan berziarah ke makam orangtua. Lebih tepat lagi MUDIK adalah “Menjalin Ukhuwah Dalam Ikatan Keluarga”.
Mudik sering kali dilihat sebagai wadah silaturami. Sumanto Al Qurtubi, Antropologis Indonesia dari King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi menyatakan bahwa kata silaturahmi berasal dari bahasa arab yaitu “shilah” yang berarti hubungan dan “rahim yang berarti “kasih-sayang”.
Jadi, silaturahmi dapat dimaknai sebagai hubungan atas dasar kekerabatan. Setiap mudik terjadi, konteksi silaturahmi meluas dari hubungan personal menjadi skala nasional.
“Silaturahmi telah membudaya, memiliki makna rekonsiliasi yang sangat efektif bagi upaya penyelesaian berbagai kekhilafan, perselisihan, ketegangan, atau konflik baik antara anggota keluarga atau masyarakat yang terjadi di masa silam,”.
Esensi mudik dan silaturahmi dapat dimaknai sebagai permintaan maaf dan pengampunan dari mereka yang statusnya rendah kepada mereka yang memiliki status lebih tinggi. Dengan tujuan untuk bertemu dan meminta maaf kepada orang tua, kerabat dalam konteks hubungan personal.
Itulah Mudik bisa di artikan sebagai Menjalin ukhuwah dalam ikatan
Selalu ada kesan yang penuh cerita saat kita melakukan ritual mudik lebaran. Bermacet-ria berpuluh-puluh jam, kereta atau bus yang melonjak tidak masuk akal adalah drama rutin tahunan yang dialami oleh pemudik. Mengeluh, ngomel atau bersungut- sungut sudah lazim terjadi. Apakah hal itu membuat orang kapok mudik ? TIDAK !!!! Karena secara psikologis jiwa dan semangat kita serasa mendapatkan enerji baru sehabis kita melakukan ritual mudik lebaran. Batin kita seolah di-recharge setelah kita “menuju udik”. Itulah misteri batiniah mudik lebaran. Dan hal itu tidak mampu dinalar dengan akal semata.
Bagaimana dengan orang yang berasal atau dilahirkan dan bertumbuh di kota besar ? Kalau masih ada kesempatan silakan mencari pasangan orang yang berasal dari udik atau kota kecil agar Anda bisa mengalami sensasi mudik lebaran. Tapi kalau ternyata kesempatan itu sudah tidak ada lagi, yaaah sudah suratan nasib Anda untuk tidak pernah merasakan suka dukanya ritual bermudik-ria. Ikhlaskan saja.
Yang jelas Anda tidak akan pernah bisa merasakan sensasi rasa penasaran saat membuka kaleng Khong Guan eh ternyata isinya rempeyek, kaleng wafer isinya krupuk dll.
Oleh; Achmad Zamzami