Ingin Menjadi Negara Adidaya, Belajarlah Pada Sejarah

Min.co.id-Film JKDN yang disutradarai oleh sejarawan muda Nico Pandawa, menuai banyak kritikan. Kritikan tersebut, ada yang konstruktif, ada pula yg destruktif. Artinya sebagian beranggapan bahwa film ini memberikan efek negatif bagi sejarah, namun banyak pula yang menilai bahwa film ini memberikan efek membangun dan memperbaiki sejarah yang selama ini seolah mengalami pengkaburan dan ketidakjelasan.

Sebagian, mengkritik hal yang berkaitan dengan fakta sejarah yang dinilai imajiner, ada pula kritik yang berkaitan metode pengaitan sejarah yang dinilai asal-asalan, misalnya dalam menghadirkan narasumber yang bukan dari pakar sejarah yang kompeten, juga pengungkapan fakta sejarah yang tidak mencakup seluruh Nusantara atau tidak konsisten dalam penggunaan istilah, dan beberapa hal lainnya.

Seperti Christopher yang merupakan asisten Peter Carey misalnya, mengatakan tidak ada bukti pada dokumen-dokumen di arsip Turki Utsmani yang menunjukkan bahwa “negara” Islam pertama di Jawa yaitu Kesultanan Demak (1475–1558) menjalin komunikasi dengan Turki Utsmani. “Demak tidak disebutkan di arsip,” kata dia.

Kesalahan paling fatal para pembuat film, kata Christopher, ialah mengategorikan Turki sebagai khilafah. “Turki Utsmani adalah sebuah kerajaan dinasti. Bagaimana caranya sebuah dinasti bisa mewariskan unsur khilafah? Ini sejarah yang imajiner,” kata Christopher.( sumber alinea.id)

Sejatinya, hubungan Khilafah dengan Nusantara tidak bisa dilepaskan dengan proses islamisasi yang terjadi di negeri kita ini. Sekuat apapun usaha berbagai pihak untuk memisahkan Khilafah dengan sejarah umat Islam negeri ini akan berakhir dengan kesia-siaan. Pasalnya, fakta historis dan empiris terlalu kuat untuk dibantahkan.

Islamisasi negeri zamrud khatulistiwa ini, sebagaimana Teori Makkah yang diusung Buya Hamka, sudah terjadi sejak abad ke-7 M. Ulama besar Tanah Air yang integritasnya diakui di negeri serumpun ASEAN ini menyatakan bahwa para duta dakwah dari pusat Islam di Semenanjung Arabia telah datang ke Nusantara, bahkan telah membangun perkampungan Islam di pesisir utara dan barat Kepulauan Sumatera.

Fakta historis lainnya yang membuktikan adanya hubungan antara Khilafah Tuki Utsmani dengan Nusantara, khususnya dengan Indonesia yaitu pada 1903 saat Jami’atul Khair mengadakan kongres umat Islam di Batavia, Sultan Utsmani sebagai khalifah kaum Muslim pun mengirimkan utusannya kepada para peserta kongres. Duta Utsmani yang bernama Muhammad Amin Bey itu menyampaikan pesan Khalifah, di antaranya adalah haramnya kaum Muslim di Nusantara tunduk pada kekuasaan kafir Belanda.

Pada 1912, Khalifah Utsmani, Sultan Muhammad Wahiduddin, menghimbau kepada Sultan Hamengku Buwono VII, Gusti Raden Mas Murtedjo, agar mendorong abdi ngarso dalem Keraton Ngajogjakarta Hadiningrat, Kyai Muhammad Darwisy (KH Ahmad Dahlan) agar mendirikan sebuah jam’iyyah yang bergerak dalam dunia pendidikan demi melawan sistem pendidikan kolonial yang anti-Islam. KH Ahmad Dahlan pun bersama para santrinya mendirikan Persjarikatan Moehammadijah.

Namun memang semua itu akan tetap menjadi perdebatan, karena sudah alaminya menghadapi sebuah kebenaran sekalipun akan ada yang setuju dan banyak pula yang tidak. Namun demikian, Film yang tak terlepas dari kekurangan inipun seharusnya layak diapresiasi sebagai sebuah upaya untuk mengangkat hubungan antara masuknya Islam ke Nusantara dengan kekuasaan yang melingkupinya, khususnya kekuatan Islam global yang disebutnya dengan Khilafah. Juga patut didukung agar bermunculan lebih banyak lagi karya-karya film sejarah generasi muda islam di masa mendatang.

Karena generasi muda saat inilah yang akan menjadi pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Apa jadinya bangsa ini nanti, jika generasi muda nya saat ini tidak mempunyai pengetahuan terhadap sejarah bangsanya, atau tidak mempunyai pengetahuan yang mumpuni terhadap aspek-aspek yang berhubungan dengan pemerintahan dan pengurusan umat. Maka yang akan muncul adalah para pemimpin yang hanya haus kekuasaan dan kekayaan, namun nihil dalam urusan pengaturan umat.

Adapun Khilafah yang sedang hangat diperbincangkan, harus menjadi rolmodel bagi generasi saat ini dalam membangun sebuah negara adidaya yang akan memimpin dunia dengan peradabannya yang luhur dan gemilang. Setiap negara yang dalam sejarahnya muncul sebagai negara adidaya selalu mengalami perkembangan yang hampir sama. Perkembangan itu dapat diurai dalam beberapa tahapan.

Ibnu Khaldun dalam kitabnya, Al-Muqaddimah, menguraikan dalam tiga tahap: tahap perintis, tahap pengembang dan tahap konservasi. Tiga tahap atau era ini biasanya diteruskan dengan era penikmat dan era penghancur. Lalu tertutuplah siklus kejayaan dan kehancuran negeri itu.

Bagi Ibnu Khaldun, zaman Rasulullah saw. adalah era perintis. Zaman Khulafaur Rasyidin dan Bani Umayyah adalah era pengembang. Zaman Abassiyah yang cukup panjang adalah era konservasi. Pada akhir era Abassiyah kaum Muslim mulai terlena dengan kenikmatan dunia. Akhirnya, mereka secara bergantian dilemahkan dan bahkan dihancurkan oleh tentara Salib dan tentara Mongol. Namun, kemudian Bani Utsmaniyah dengan cepat mengambil-alih kepemimpinan umat dan memulai kembali era pengembang sebelum umat benar-benar terjun ke era penghancur.

Dan mari kita fokuskan kepada Rasusalloh Saw sebagai era perintis karena melalui beliaulah bisa terwujud cikal bakal dari Daulah Islam yang kekuasaannya meliputi dua pertiga bagian dunia. Adapun dalam membangun sebuah negara beliau melakukan tiga tahapan: era pembangunan ruhiyah, era pembentukan ukhuwah dan era stabilitas dalam negeri.

Menanamkan Ruhiyah

Menanamkan akidah, kesadaran ruhiyah dan pendidikan yang mengintegrasikan madiyah (materi) dan ruh (spiritual) sudah harus dilakukan jauh sebelum negara berdiri. Inilah yang dilakukan Rasulullah saw begitu menerima wahyu, Visi ruhiyah pula yang mengubah opini umum di Yatsrib dan menginspirasi para ahlul quwwah-nya sehingga menjadi para pendukung dakwah. Akhirnya, berhasil dilakukan transfer kekuasaan secara damai, seperti yang dilakukan para petinggi suku Aus dan Khazraj kepada Rasulullah saw pada peristiwa Baiat Aqabah ke 2.
Dari awal, para Sahabat juga langsung dididik oleh Rasulullah saw. dengan pendidikan berbasis akidah. Pendidikan ini berhasil merubah pemikiran mereka, merevolusi secara total pandangan hidup mereka, dan metode berpikir mereka. Sehingga mampu menjawab setiap persoalan hidup bahkan menghadapi setiap persoalan baru dengan bersandar pada akidah Islam dan hanya berpegang pada syariah Islam semata.

Merekatkan Ukhuwah

Saat negara Islam berdiri untuk yang pertama kalinya, kesadaran ruhiyah ini membuat mengurus rakyat menjadi mudah. Mereka dipersatukan oleh keimanan. Padahal mereka berasal dari suku, etnis atau ras dan strata sosial yang berbeda-beda. Bahkan masyarakat Islam itu juga berfungsi meski di sana ada pemeluk agama yang berbeda-beda.

Iman, Islam dan ketaatan pada syariah Islam membuat umat Islam berkewajiban untuk mendakwahi warga non-Muslim. Pada saat yang sama kaum Muslim menjamin kebebasan non-Muslim untuk beribadah menurut agama mereka dan tidak memaksa mereka masuk Islam. Sehingga terbentuklah ukhuwah atau persatuan diantara sesama warga negara.

Ukhuwah ini yang akan membentuk solidaritas masyarakat dalam setiap masa sulit. Saat ada bencana, ancaman dari luar maupun potensi konflik-konflik politik di dalam. Ukhuwah ini harus dimiliki jauh sebelum negara berproses menjadi negara adidaya.

Menjaga Stabilitas Dalam Negeri

Fungsi pertama ketika sebuah negara berdiri adalah melindungi seluruh wilayah negerinya beserta segenap rakyatnya; termasuk jiwanya, akalnya, hartanya, nasabnya maupun agamanya. Perlindungan negara itu diwujudkan dengan dua cara yaitu dengan hukum yang adil dan kekuasaan yang bijak.

Begitu Negara Islam diproklamasikan, seluruh syariah Islam menjadi berlaku secara revolusioner. Sebagaimana Rasulallah yang menerapkan syariah Islam secara menyeluruh yang kemudian menghantarkan negara pada kondisi memiliki kekuatan politik dan ekonomi.

Itulah beberapa tahapan pertama yang dilakukan oleh Rasulallah dalam membangun sebuah negara, adapun selanjutnya diteruskan dan dikembangkan oleh Para Sahabat sehingga muncullah sebuah negara adidaya yang mampu memimpin dunia dan menjadi mercusuar peradaban.

Maka sebaiknya, generasi muda dan seluruh masyarakat memperhatikan bagaimana sejarah perdaban Islam itu dimulai. Begitupun dengan penguasa, hendaknya memberikan dukungan kepada generasi muda untuk mempelajari sejarah dengan benar, serta mengapresiasi karya-karyanya. Karena dari sejarahlah kita bisa banyak bercermin dan belajar. Serta, sejarah pun membuktikan hanya dengan menerapkan syariah Islamlah suatu bangsa bisa menjadi bangsa yang besar.

Oleh Lilis Suryani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *