TBC Masih Mengancam: Gejala, Fakta, dan Upaya Pengendalian di Indonesia

Min.co.id ~ Jakarta ~ Tuberkulosis (TBC) adalah salah satu penyakit menular berbahaya yang masih menjadi ancaman serius di Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis ini menyerang organ pernapasan, terutama paru-paru, dan menimbulkan gejala seperti sesak napas, nyeri dada, tubuh lemah, batuk darah, dan penurunan berat badan yang drastis.

TBC menyebar melalui droplet ketika penderita berbicara, batuk, atau bersin, sehingga penyebarannya sangat mudah terjadi dalam lingkungan padat penduduk.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2022, setiap 33 detik terdapat satu orang di Indonesia yang terjangkit TBC, dengan total sekitar 969.000 kasus di negara ini.

Indonesia juga menjadi negara dengan kasus TBC tertinggi di kawasan Asia Tenggara, bersama dengan Filipina.

Sementara itu, data terbaru dari Global Tuberculosis Report 2023 menunjukkan bahwa Asia Tenggara menyumbang 46 persen kasus TBC global, dengan Indonesia sendiri mencapai 10 persen dari total kasus.

Penyakit ini tidak hanya menyerang paru-paru, namun dapat menyebar ke organ lain seperti otak, tulang belakang, ginjal, dan bahkan jantung, yang berpotensi menyebabkan kecacatan atau kematian jika tidak ditangani.

Dr. Wahyuni Indawati dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menekankan bahwa sekitar 90 persen kuman TBC masuk melalui saluran napas dan dapat menyebar ke seluruh tubuh.

TBC bukanlah penyakit yang disebabkan oleh faktor keturunan, melainkan infeksi yang dapat menyerang siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan, tua ataupun muda.

Orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, perokok aktif atau pasif, serta mereka yang tinggal atau berinteraksi dekat dengan penderita TBC memiliki risiko lebih tinggi terjangkit penyakit ini.

Upaya pemerintah Indonesia untuk menekan penularan TBC terus dilakukan, termasuk melalui program investigasi kontak yang melacak individu-individu yang memiliki kontak erat dengan pasien TBC.

Selain itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta juga telah membentuk Kampung Siaga TBC di 267 Rukun Warga (RW) di seluruh Jakarta, sebagai bagian dari upaya pengendalian berbasis komunitas.

DKI Jakarta sendiri melaporkan 60.420 kasus baru TBC pada 2023, dengan target mengurangi angka insidensi menjadi 65 kasus per 100.000 penduduk pada 2030.

Pengobatan TBC membutuhkan kesabaran dan disiplin, karena pengidap harus menjalani terapi obat selama berbulan-bulan. Namun, dengan pengobatan yang tepat, 86 persen pasien TBC di Indonesia berhasil disembuhkan.

Pemerintah juga telah menyediakan layanan rawat inap di 12 rumah sakit di Jakarta untuk pasien TBC Resisten Obat (TBC-RO), yang memerlukan perawatan intensif.

Dengan upaya bersama antara pemerintah, komunitas, dan masyarakat, diharapkan Indonesia dapat menurunkan angka kasus TBC dan menghentikan penularannya secara lebih efektif.(*)

Editor : Achmad 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *