Min.co.id ~ Jakarta ~ Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digalakkan pemerintah menjadi sorotan hangat, namun bukan hanya karena niat baiknya.
Ramai di media sosial, anak-anak sekolah terlihat “bernegosiasi” dengan menu yang disediakan. Beberapa menyisihkan sayur, sementara yang lain bahkan enggan menyentuh hidangan tertentu. Fenomena ini mengundang tanya, apakah program ini benar-benar efektif?
Ahli gizi, dr. Tan Shot Yen, M.Hum., memberikan pandangannya tentang tantangan yang dihadapi program MBG.
“Anak-anak yang menolak makanan bukan hanya soal selera, tetapi kebiasaan makan di rumah dan kondisi kesehatan juga berperan besar. Program seperti ini membutuhkan pendekatan yang lebih adaptif,” ujar dr. Tan dalam sebuah media briefing IDI, Rabu (8/1/25).
Salah satu tantangan terbesar adalah sayur. Meski kaya manfaat, sayur kerap menjadi makanan yang paling sering disisihkan. Dr. Tan menekankan pentingnya inovasi menu.
“Bukan berarti sayur harus dibuat jadi keripik agar disukai, tapi kita bisa mengolahnya jadi rolade, campuran sup, atau bentuk lain yang lebih menarik,” jelasnya.
Faktor kesehatan, seperti karies gigi, juga disebut menjadi penyebab anak menolak makanan. “Jika gigi mereka sakit saat mengunyah, tentu nafsu makan menurun. Ini menunjukkan perlunya perawatan gigi sebagai bagian dari strategi program,” tambah dr. Tan.
Melibatkan anak dalam dialog tentang makanan juga menjadi solusi penting. Menurut dr. Tan, menanyakan langsung alasan anak tidak menghabiskan makanan dapat membantu memahami selera dan kendala mereka.
“Mungkin ayam terlalu keras atau porsinya kurang pas. Dengan dialog, kita bisa mencari solusi tanpa mengorbankan nilai gizi,” katanya.
Dr. Tan mengingatkan bahwa program MBG adalah investasi jangka panjang. Bukan hanya soal memberikan makan gratis, tetapi juga membentuk kebiasaan makan sehat sejak dini.
“Edukasi gizi harus jalan beriringan. Anak-anak perlu tahu kenapa makanan ini penting, bukan sekadar enak atau tidak,” tutupnya.
Dengan pendekatan kreatif, dialog yang konstruktif, dan edukasi berkelanjutan, program MBG memiliki potensi besar untuk tidak hanya mengisi perut anak-anak Indonesia, tetapi juga mengubah pola pikir mereka tentang makanan sehat. Karena di balik setiap piring makan, ada masa depan generasi bangsa.(*)