Min.co.id ~ Cirebon ~ Dalam pidatonya pada HUT Partai Golkar, Presiden Prabowo Subianto mengusulkan agar mekanisme pemilihan kepala daerah dikembalikan seperti era Orde Baru.
Pemilihan Bupati dan Walikota dilakukan oleh DPRD Kabupaten/Kota, sementara Gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat ditunjuk langsung oleh Presiden.
Usulan ini bertujuan untuk mengurangi tingginya biaya politik yang harus dikeluarkan dalam pelaksanaan Pilkada langsung.
Prof. Dr. Sugianto, S.H., M.H., menyatakan pandangan sejalan dengan Presiden Prabowo. Menurutnya, mekanisme tersebut lebih mencerminkan peran DPRD sebagai representasi rakyat karena anggota DPRD terpilih melalui pemilu legislatif yang sah.
“DPRD sebagai representasi rakyat memiliki legitimasi untuk menentukan kepala daerah, tanpa membebani masyarakat dengan biaya politik yang besar,” ujarnya.
Ia menyoroti bahwa proses Pilkada langsung seringkali membutuhkan dana yang sangat besar, mencapai puluhan miliar rupiah.
Akibatnya, calon kepala daerah yang terpilih mungkin harus memikirkan cara untuk mengembalikan biaya politik selama masa jabatannya.
Hal ini, menurutnya, dapat mengurangi fokus pada tugas utama sebagai pelayan masyarakat dan pelaksana pemerintahan.
Namun, Prof. Sugianto menekankan bahwa usulan ini membutuhkan revisi terhadap UU Pemerintahan Daerah, khususnya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 23 Tahun 2014. Dengan demikian, peraturan hukum dapat disesuaikan untuk mendukung implementasi mekanisme baru ini.
“Pemikiran ini tidak hanya bertujuan menghemat biaya demokrasi, tetapi juga memastikan kepala daerah terpilih fokus pada pembangunan tanpa tekanan finansial akibat biaya politik,” tambahnya.
Gagasan ini, meski kontroversial, membuka diskusi luas tentang efektivitas Pilkada langsung di Indonesia. Bagi sebagian pihak, mekanisme ini dianggap langkah maju untuk menciptakan demokrasi yang lebih efisien, sementara pihak lain mengkhawatirkan potensi hilangnya keterlibatan langsung masyarakat dalam menentukan pemimpin daerahnya.(*)
Editor : Achmad