Min.co.id ~ Jakarta ~ Warga Betawi dikenal dengan budaya mereka yang kental dan menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan. Salah satu tradisi yang mencerminkan hal tersebut adalah “nyorog”.
Nyorog adalah kebiasaan masyarakat Betawi menjelang bulan suci Ramadan. Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua serta mempererat tali silaturahmi.
Secara harfiah, “nyorog” berasal dari kata “ngesor” yang berarti membawa sesuatu. Dalam tradisi ini, anak cucu akan berkunjung ke rumah orang tua mereka sambil membawa bingkisan.
Isi bingkisan nyorog biasanya berupa makanan dan minuman untuk berbuka puasa. Jenis makanan yang dibawa pun beragam, tergantung kemampuan dan kebiasaan masing-masing keluarga. Namun, tak jarang ditemui hidangan khas Betawi seperti kerak telor, soto Betawi, atau kue cucur.
Selain membawa bingkisan, nyorog juga menjadi ajang untuk bermaaf-maafan dan saling mendoakan agar lancar menjalankan ibadah puasa. Anak cucu akan meminta maaf atas kesalahan mereka kepada orang tua, sementara orang tua akan memberikan doa dan nasehat untuk menghadapi bulan suci.
Nyorog di Masa Kini; Seiring berjalannya waktu, tradisi nyorog kian menghadapi tantangan. Mobilitas masyarakat yang tinggi dan kesibukan pekerjaan terkadang menjadi halangan untuk melaksanakannya.
Meski begitu, esensi nyorog yakni menjaga hubungan baik dengan orang tua dan mempererat silaturahmi, tetap menjadi nilai penting yang dipegang masyarakat Betawi. Saat ini, nyorog tak melulu harus dengan membawa bingkisan. Silaturahmi melalui sambungan telepon atau berkunjung ke rumah orang tua di sela-sela kesibukan pun bisa menjadi alternatif.
Dengan terus dilestarikan, tradisi nyorog diharapkan dapat terus menjadi perekat hubungan kekeluargaan dan memperkaya khazanah budaya Betawi.(red)