(Ray Mengku Sutentra mempraktekkan nyurat/nulis lontar)
Min.co.id-Indramayu-Sebagai generasi pewaris kebudayaan nusantara, bentuk kesadaran utamanya adalah turut serta melestarikan ragam kebudayaan serta membagi pengetahuan dan kesadarannya kepada generasi berikutnya.
Serangkai kesadaran tersebut, Tapak Karuhun Nusantara, Sanggar Aksara Jawa Kidang Pananjung Indramayu dan Tapak Museum Kaki Lima Toekang Saeh Bandung pada hari minggu tanggal 09 September 2018 dalam acara peringatan “Gong Perdamaian Dunia dan Bewara Agung Galuh” di Ciamis Jawa Barat, mengadakan workshop “Nyerat Daun Lontar” menulis di daun lontar dan workshop “Meupeh Saeh Menjadi Daluang”.
Menurut Pandu Radea pembina Tapak Karuhun Jawa Barat, “kami mengadakan workshop nyerat daun lontar dan meupeh saeh menjadi daluang, bertujuan untuk mengedukasi kepada masyarakat khususnya yang hadir pada acara bewara agung galuh ini tentang peradaban budaya tulis menulis leluhur kita.”
Sejarah peradaban tekhnologi media alat tulis dapat diidentifikasi secara sederhana, yaitu masa media tulis di batu atau dinding-dinding goa, kulit hewan, daun lontar, kulit kayu saeh atau daluang dan kini kertas dengan fisik yang lebih tipis seperti yang kita kenal sekarang.
Pandu Radea menegaskan “dalam workshop tersebut kami memilih workshop menulis lontar dan pembuatan daluang karena dua media tersebut yang tampaknya masih akrab dipendengaran masyarakat sekarang meskipun secara fisik mereka jarang ada yang tahu apa lagi proses pembuatannya.
Selain itu dua bahan ini adalah bahan utama naskah-naskah kuna yang ditulis para pujangga atau penulis jaman dulu dan memiliki kualitas yang sangat baik bisa bertahan sampai ratusan tahun. Maka dari itu kami mengadakan workshop tersebut agar masyarakat tahu bagaiamana para leluhur kita dulu membuat tekhnologi alat tulis yang mampu bertahan ratusan tahun”.
Ditegaskan pula oleh Ki Tarka Sutarahardja pembina Sanggar Aksara Jawa Kidang Pananjung Indramayu, seorang penggiat naskah kuna, ahli baca tulis aksara Jawa dan juga aktivis penulis daun lontar bahwa “hasil dari penelusuran team, kami pernah diberi kesempatan untuk melihat dan mengidentifikasi isi naskah lontar kuna milik Desa Sukahurip Indramayu, dan di sana kami menemukan tertulis angka tahun 1728. Jadi jika sekarang 2018 maka usia naskah lontar tersebut 290 tahun.”
Kegiatan yang difasilitasi oleh “Galuh Sadulur Sunda Saamparan Wangi Di Bhuwana” ini selain mengadakan workshop “nyerat lontar” dan “meupeh saeh menjadi daluang” juga pameran poto 9 prasasti yang ada di Ciamis. Prasasti tersebut hasil dari penelusuran team Tapak Karuhun Jawa Barat. (Ray.M.S)