min.co.id/jakarta – Koalisi Perempuan Indonesia mengkritik pemerintah yang dianggap lalai dalam melindungi anak dari praktik perkawinan anak. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya angka pernikahan anak di bawah umur setiap tahunnya.
Data dari BPS tahun 2015 menunjukkan tahun 2012 ada 989.814 anak yang menjadi korban praktik perkawinan anak. Lalu pada tahun 2013 ada 954.518 anak dan pada tahun 2014 ada 722. Kritik ini disampaikan bertepatan dengan peringatan Hari Anak Nasional.
“Kita memperkirakan bisa tiga kali lipat jumlahnya dari pada yang tercatat karena tidak ada kewajiban bagi para pihak yang mengawinkan secara tidak tercatat itu untuk melaporkan. Jadi sangat mungkin lebih besar ketimbang data yang tercacat di KUA,” ungkap Dian Kartika Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia, di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (23/7).
Beberapa wilayah dengan angka perkawinan anak tertinggi di antaranya, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, Jawa Tengah, NTB, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat dan Riau.
Banyak faktor yang menyebabkan adanya perkawinan anak terjadi. Salah satunya masalah himpitan ekonomi keluarga. Biasanya, kata Dian, ayah memainkan peran yang dominan dalam menikahkan anak untuk membayar utang. Tutur Dian.
“Penelitian kita menunjukkan karena kuasa ayah. Ada orang tua yang mengawinkan anak itu untuk membayar utang,” ungkap Dian.
Tidak hanya itu, kultur di masyarakat juga mendorong orang tua mengawinkan anak lantaran melihat anak tetangga sudah menikah. Menikahkan anak di usia dini diharapkan anak terbebas dari zina, karena efek dari pergaulan bebas.