Indramayu | Isu panas mengenai kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk petani tengah menjadi topik pembicaraan di jagat maya dan warung kopi. Namun benarkah para petani bakal diperas lebih besar oleh Perda baru? Faktanya: Tidak! Justru tarifnya disesuaikan agar tetap adil dan ringan.
Perubahan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang disahkan bersama DPRD dan Bupati Indramayu rupanya telah disalahpahami oleh sebagian masyarakat. Banyak yang mengira bahwa penerapan tarif PBB baru bakal mencekik, terutama untuk pemilik lahan pertanian dan peternakan. Namun, penjelasan resmi dari Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Indramayu, Amrullah, mematahkan narasi itu.
“Tarif PBB untuk lahan pangan dan ternak tetap terjangkau. Tidak ada kenaikan. Yang ada adalah penyesuaian agar sistem perpajakan kita mengikuti aturan nasional dan lebih sederhana,” tegas Amrullah kepada awak media, Sabtu (5/7/2025).
Perubahan Perda ini merupakan turunan dari Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 yang mewajibkan daerah untuk mengganti sistem tarif PBB dari multi tarif ke single tarif. Untuk tarif umum, kini ditetapkan sebesar 0,45 persen. Namun khusus lahan pertanian dan peternakan, diberikan tarif lebih rendah yakni 0,4 persen sebagai bentuk afirmasi dan keberpihakan terhadap ketahanan pangan.
Amrullah menyebutkan bahwa sebelum Perda ini direvisi, tarif PBB dihitung berdasarkan klasifikasi nilai NJOP, 0,2% untuk NJOP sampai Rp1 miliar, 0,25% untuk Rp1–2 miliar, 0,3% untuk Rp2–5 miliar, 0,4% untuk Rp5–10 miliar, 0,45% untuk NJOP di atas Rp10 miliar
Kini, seluruh lahan menggunakan tarif tunggal, tetapi untuk petani dan peternak tetap diberi keistimewaan tarif 0,4 persen, lebih rendah dari tarif umum 0,45 persen. Yang menarik, perhitungannya juga mengalami revisi dari sisi dasar pengenaan pajak (NJKP).
Contoh Simulasi, Luas lahan: 483 m², NJOP per m²: Rp27.000, Total NJOP: Rp13.041.000
Sebelum perubahan (Perda lama), NJKP 100% × 0,1% = Rp13.041, Setelah perubahan (Perda baru):
NJKP 25% × 0,4% = Rp13.041
“Angka yang harus dibayar sama. Hanya rumusnya yang berubah agar sejalan dengan regulasi nasional dan lebih transparan. Tapi nilai PBB-nya tetap,” jelas Amrullah.
Amrullah menegaskan bahwa tarif 0,4% ini hanya berlaku selama lahan tetap digunakan untuk kegiatan pangan dan peternakan. Jika kemudian lahan berubah fungsi menjadi tempat usaha, pabrik, atau perumahan, maka tarif akan disesuaikan kembali ke tarif umum.
“Kalau lahannya masih sawah, ladang, atau kandang, maka tarif 0,4% tetap berlaku. Tapi kalau jadi komplek, tentu perhitungan PBB-nya juga harus sesuai fungsi baru,” imbuhnya.
Di tengah arus informasi dan komentar warganet yang sering kali didramatisasi, Bapenda mengimbau masyarakat agar tidak menelan mentah-mentah opini yang berkembang.
“Jangan sampai salah paham. Perubahan Perda ini bukan untuk membebani petani, tapi menyederhanakan dan menjamin keadilan perpajakan. Pemerintah tetap berpihak pada sektor pangan,” tutup Amrullah.
Dengan adanya klarifikasi resmi dari Pemkab Indramayu, khususnya Bapenda, maka kabar simpang siur tentang naiknya PBB untuk petani resmi terbantahkan. Perubahan Perda ini adalah bagian dari harmonisasi aturan nasional, bukan instrumen penindasan.
Tarif baru = sistem baru = hasil pajak tetap.
Yang penting, lahan tetap produktif dan digunakan sesuai fungsinya. Maka petani tidak perlu risau—keadilan fiskal tetap dikedepankan. (*)
Komentar