Min.co.id ~ Indramayu ~Di tengah gemuruh zaman dan laju pembangunan yang tak pernah surut, sekelompok manusia berhenti sejenak. Mereka menunduk, menengadah, dan menyatu dalam doa. Jumat pagi, 4 April 2025, langit Indramayu menyaksikan langkah penuh takzim Wakil Bupati Indramayu, H. Syaefudin, saat memimpin ziarah ke Makam Pangeran Arya Wiralodra, sang pendiri bumi Wiralodra yang kini bernama Indramayu.
Ziarah ini bukanlah rutinitas basa-basi selepas Lebaran, melainkan perjalanan batin kolektif yang sarat makna: mengenang, menghormati, dan menyambung napas sejarah yang nyaris terlupakan.
Di komplek makam yang berdiri teduh di antara pepohonan tua dan batu-batu nisan keramat, hadir pula para keturunan langsung Raden Bagus Arya Wiralodra yang datang dari penjuru tanah air , Surabaya, Malang, Solo, hingga Kalimantan. Masyarakat, tokoh agama, dan pejabat daerah berbaur dalam satu irama: irama syukur dan penghormatan.
“Ziarah ini adalah bentuk penghargaan atas jasa besar beliau dalam membangun fondasi peradaban Indramayu. Kita tidak boleh tercerabut dari akar sejarah,” ujar Wabup Syaefudin dengan suara bergetar, seraya memandang nisan sang pendiri.
Tak berhenti pada penghormatan simbolik, ziarah ini juga menandai lahirnya sebuah gagasan besar: menjadikan Grebeg Syawalan sebagai agenda tahunan resmi Pemerintah Kabupaten Indramayu. Digelar setiap 5 Syawal, Grebeg Syawalan akan dirancang sebagai ajang budaya, religi, dan sosial yang menyatukan masyarakat dalam semangat gotong royong dan cinta tanah kelahiran.
“Insya Allah, mulai tahun depan, Grebeg Syawalan akan kita resmikan sebagai tradisi tahunan yang terstruktur dan meriah. Bukan sekadar nostalgia, tapi juga penguat jati diri masyarakat Indramayu,” ucapnya tegas.
Acara ini dirancang tak hanya melibatkan unsur pemerintahan, namun juga akan menggandeng komunitas budaya, pelaku UMKM, tokoh adat, hingga generasi muda, untuk memperkuat rasa kepemilikan bersama terhadap tradisi warisan leluhur.
Salah satu suara yang paling menyentuh datang dari Raden Inu Danubaya, cucu keturunan Wiralodra yang datang jauh-jauh dari Kalimantan.
“Kami merasa seperti pulang kampung secara spiritual. Jika pemerintah daerah serius menjadikan Grebeg Syawalan sebagai agenda tahunan, maka itu adalah bentuk nyata menjaga api sejarah agar tidak padam oleh zaman,” katanya dengan mata berkaca.
Lebaran Syawal tahun ini bukan sekadar penutup Ramadan. Di Indramayu, ia adalah pintu masuk menuju kebangkitan nilai-nilai kultural, yang selama ini hanya bergema di ruang-ruang nostalgia. Dengan ziarah dan Grebeg Syawalan, sejarah tak lagi dipajang di buku teks, tapi dihidupkan dalam tindakan nyata.
Di bawah naungan doa dan langkah para penerus, semangat Wiralodra kembali menggema, menggetarkan jiwa-jiwa yang rindu akan arah dan akar.(*)
Editor : Achmad
Komentar