Bengberokan: Tradisi Penolak Bala yang Memikat Hati Masyarakat Pesisir Utara Jawa Barat

Min.co.id ~ Jabar ~ Bengberokan, seni pertunjukan tradisional yang berasal dari pesisir utara Jawa Barat, kembali mencuri perhatian dengan keunikan dan fungsinya sebagai penolak bala. Menampilkan topeng harimau yang dihormati dan ditakuti, pertunjukan ini telah menjadi simbol kebudayaan yang kuat di wilayah Karawang, Subang, Indramayu, dan Cirebon.

Bengberokan, yang konon diciptakan oleh Pangeran Cakrabuana, putra dari Prabu Siliwangi pada abad ke-15, memadukan unsur budaya lokal dengan ajaran Islam yang dibawa ke wilayah Galuh. Dengan menggunakan pertunjukan sebagai media syiar, Pangeran Cakrabuana berhasil menjadikan Bengberokan sebagai salah satu pertunjukan penolak bala yang penting di masyarakat.

Topeng berokan terbuat dari kayu dengan bentuk menyerupai harimau atau kadang buaya, berwarna merah menyala dengan mata yang besar dan mulut yang bisa digerakkan. Kedok ini digerakkan dengan lincah oleh pemain yang sering kali mempermainkan ketakutan penonton, terutama anak-anak, untuk menciptakan momen-momen lucu dan menghibur.

Pertunjukan ini dipadukan dengan tarian yang dimulai perlahan dan berkembang menjadi lebih bersemangat, menciptakan suasana yang hidup dan penuh kegembiraan.

Tak hanya gerakan topeng yang menonjol, musik pengiring dari kendang, terebang, kecrek, dan bende (gong kecil) juga ikut memberi dinamika pada pertunjukan ini. Meskipun sederhana, musik ini mengiringi setiap langkah dan pergerakan Berokan, menciptakan harmoni yang mendalam antara pemain dan penonton.

Bengberokan sering kali dikaitkan dengan upacara Kirab Sawan, yaitu ritual penyembuhan dan permohonan keselamatan. Upacara ini semakin memperkaya nilai spiritual dari pertunjukan, menjadikannya bukan hanya hiburan, tetapi juga sarana penghubung antara dunia manusia dan kekuatan yang lebih besar.

Dengan segala keunikannya, Bengberokan tetap menjadi simbol kekuatan budaya lokal yang tak lekang oleh waktu. Setiap pertunjukan adalah pengingat akan pentingnya menjaga tradisi, keselarasan dengan alam, dan semangat kebersamaan dalam menghadapi kehidupan.(*)

Editor : Achmad

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *