atas normal pada berbagai sentra beras pada musim hujan dan penggunaan pestisida terlarang dan aplikasi yang berlebihan oleh petani.
“Faktor lainnya adalah penggunaan pestisida yang berlebihan. Sebabnya marketing dan distribusi pestisida yang tidak terkontrol, kekalahan pelayanan pemerintah di bidang pertanian dibanding kios pestisida, banyaknya bantuan pestisida oleh pemerintah, dan petani lupa akan Pengendalian Hama Terpadu (PHT),” ujarnya.
Berdasar pada permasalahan tersebut, kata Hermanu, Departemen Proteksi Tanaman Faperta IPB merekomendasikan penegasan kembali Inpres No. 3 Tahun 1986 tentang penerapan PHT dan pelarangan 57 jenis insektisida dan pelarangan terhadap pestisida lain penyebab resurgensi wereng pada tanaman padi. Juga, moratorium pengadaan pestisida oleh pemerintah serta pengalokasian pendidikan petani dan pemberdayaan pembuatan sarana pengendalian ramah lingkungan.
“ Jajaran penyuluh harus secara proaktif memberikan penyuluhan, jangan menyerahkannya pada kios penjual racun. Perlu penataan kembali regulasi pengelolaan pestisida mulai pendaftaran, produksi, distribusi, pemasaran dan pemusnahannya,” paparnya.
Hermanu juga menegaskan, pentingnya peningkatan kerja sama dan koordinasi antara Kementerian Pertanian, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi petani dalam pengembangan upaya penanggulangan ledakan wereng. “Sinkronisasi dan harmonisasi kinerja aparat pertanian secara vertikal (pusat-daerah) dan horisontal (antar lembaga pelayanan pertanian) perlu ditingkatkan untuk mengatasi serangan WBC,” tutur Hermanu Triwidodo. (adh)