Min.co.id,Jakarta – Jumlah peserta CPNS yang lolos pada Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) CPNS Kemenkum HAM untuk kualifikasi pendidikan D3 dan SMA sangat rendah. Dari 267.692 peserta, yang lulus hanya sekitar 7,16% atau sekitar 19.100 orang.
Jumlah itu tergolong sangat rendah, mengingat formasi yang dibutuhkan untuk posisi tersebut lebih dari 14.000 orang, sedangkan mereka masih harus mengikuti sejumlah tahapan tes lainnya.
Kepala BKN, Bima Haria Wibisana, menjelaskan untuk bisa memenuhi jumlah formasi yang dibutuhkan, maka sistem kelolosan SKD untuk formasi penjaga tahanan dan pemeriksaan keimigrasian penjaga pos lintas batas negara, selain didasarkan pada nilai passing grade, juga didasarkan pada pemeringkatan.
“Karena kalau hanya mengandalkan 7,16%, 7,16% saja yang diambil maka akan sedikit nanti, sedangkan formasi di banyak Lapas di Indonesia dan kantor untuk daerah perbatasan sangat banyak dibutuhkan,” katanya di kantor pusat BKN, Jakarta, Jumat (6/10/2017).
“Nah untuk itu kemudian Kemenkum HAM meminta bertemu dengan Pansel, mereka mempresentasikan hal ini dan meminta penyesuaian kebijakan dari panitia seleksi CPNS 2017. Kemudian setelah setelah rapat itu, disepakati bahwa pertama yang lulus SKD tetap masuk. Kekurangannya diambil dari peringkat tertinggi yang tidak lulus SKD jadi peringkatnya di ranking sampai jumlahnya mencapai 3 kali formasi,” sambung dia.
Jumlah tiga kali formasi itulah yang kemuduan diikutkan untuk tes berikutnya Seleksi Kompetensi Bidang (SKB).
Bima pun meyakinkan kepada para peserta yang sudah memenuhi passing grade pada tes SKD Kemenkum HAM tak akan digeser karena penambahan jumlah peserta yang lolos.
“Kemarin itu kan mereka (yang lulus passing grade) ketakutan bahwa sistem itu akan mengingkari orang-orang yang sudah lulus TKD. Tidak, itu yang TKD tetap mendapatkannya di atas daripada yang tidak lulus SKD. Walaupun yang tidak lulus SKD ini akhirnya dimasukkan juga dengan komposisi ranking dalam jumlah yang sesuai dengan jumlah 3 kali formasi,” jelas dia.
Namun demikian, kata Bima, aturan tersebut hanya berlaku pada daerah atau wilayah yang tidak terpenuhi peserta lolos melalui passing grade. Maksudnya tidak semua daerah menerapkan aturan tersebut, hanya daerah yang tingkat kelulusannya rendah atau tidak memenuhi formasi yang dibutuhkan.
“Jadi kalau yang daerahnya sudah tinggi seperti Yogyakarta, itu kan yang lulus passing grade banyak, jadi mereka tidak diterapkan sistem peringkat tersebut. Yang diterapkan hanya di daerah-daerah tingkat kelulusannya rendah,” jelasnya. (dtk)