SURABAYA | Aura haru dan kebanggaan menyelimuti Gedung Negara Grahadi ketika nama Marsinah buruh perempuan yang suaranya pernah ingin dibungkam akhirnya bergema kembali sebagai Pahlawan Nasional.
Di hadapan tamu undangan, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyampaikan rasa syukurnya atas keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan bahwa keberanian Marsinah bukan hanya milik masa lalu, melainkan warisan moral bagi bangsa.
Marsinah tidak datang dari panggung besar. Ia lahir dari kehidupan sederhana, tetapi melangkah dengan keberanian yang tak banyak dimiliki orang berani bersuara di saat suara perempuan pekerja kerap tak dianggap. Proses pengusulan gelar ini pun bukan jalan singkat.
Sejak Desember 2022, tim dari Kabupaten Nganjuk hingga tingkat pusat bekerja tanpa lelah menelusuri arsip, memeriksa ribuan halaman berita lama, dan menyusun kembali potongan-potongan sejarah yang sempat nyaris hilang.
Puncaknya terjadi pada May Day. Ketika ribuan pekerja dari berbagai daerah bersuara bulat menyebut satu nama Marsinah. Suara itu sampai ke telinga presiden. Dan negara akhirnya mengiyakan.
Bagi Khofifah, pengakuan ini bukan sekadar seremoni, melainkan penegasan bahwa perjuangan seorang perempuan dapat menggugah sebuah bangsa. Ia bahkan mendorong desa tempat Marsinah dimakamkan menjadi destinasi wisata edukatif ruang perjalanan spiritual bagi siapa pun yang ingin belajar tentang keberanian.
Sementara itu, Marsini, kakak kandung Marsinah, tak mampu menahan getaran suaranya. Baginya, gelar ini adalah cahaya baru yang menerangi sejarah keluarganya. “Kalau dia sudah merasa benar, dia akan memperjuangkannya sampai titik terakhir,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca.
Ia berharap rumah masa kecil mereka dapat menjadi museum kecil tempat orang bisa melihat lebih dekat bagaimana seorang perempuan sederhana tumbuh menjadi simbol perlawanan.
Kini, nama Marsinah bukan hanya tercatat di batu nisan, tetapi di hati bangsa. Ia kembali hidup dalam cerita, dalam monumen, dalam suvenir sederhana, dan dalam setiap suara yang menuntut keadilan. Sebab keberanian, seperti halnya sejarah, tak akan pernah padam. (*)
