Prof. Pantja : Menafsirkan Fungsi Polri Tak Bisa Sepotong,Harus Utuh dan Berbasis Konstitusi

BANDUNG | Menanggapi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025, Prof. Dr. I Gde Pantja Astawa, salah satu guru besar hukum terkemuka di Indonesia, memberikan pandangan tajam yang merangkum lintas disiplin hukum internasional, ketatanegaraan, hingga ilmu perundang-undangan.

Dalam analisisnya, ia mengingatkan bahwa tugas dan fungsi Polri tidak bisa dipahami secara terpotong-potong, melainkan harus ditempatkan dalam kerangka hukum yang menyeluruh.

Prof. Pantja menegaskan perbedaan fundamental antara tentara (combatant) dan polisi (non-combatant) dalam perspektif hukum internasional. Polisi, katanya, adalah aparat sipil yang meski dipersenjatai, tidak disiapkan untuk perang, melainkan untuk menjaga keamanan, menegakkan hukum, serta mengayomi masyarakat. Karena itu, keberadaan Polri dalam struktur negara modern merupakan elemen vital dalam pemeliharaan ketertiban masyarakat.

Legitimasi konstitusional Polri, menurut Prof. Pantja, telah ditegaskan secara eksplisit dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 dan diperkuat oleh UU No. 2 Tahun 2002. Salah satu bentuk konkret dari kewenangan tersebut adalah penempatan anggota Polri di sejumlah kementerian atau lembaga negara yang memiliki fungsi pelayanan publik atau penegakan hukum. Hal ini bukan penyimpangan, melainkan bagian dari mandat konstitusional Polri.

Ia juga menyoroti kesalahan umum dalam menafsirkan Pasal 28 ayat (3) UU Polri, yang kerap dipahami secara terpisah dari pasal lainnya. Padahal, menurut Prof. Pantja, pasal tersebut harus dibaca bersama dengan Pasal 14 ayat (1) huruf k serta keseluruhan struktur norma dalam UU No. 2 Tahun 2002. Penafsiran sepotong, tegasnya, justru bertentangan dengan prinsip dasar ilmu perundang-undangan.

Dalam penutupnya, Prof. Pantja menekankan bahwa diskursus mengenai tugas, fungsi, dan kewenangan Polri bukan sekadar persoalan konstitusionalitas, melainkan bagaimana norma tersebut diimplementasikan secara tepat dalam sistem hukum nasional. Oleh karena itu, pemahamannya harus dilakukan secara menyeluruh, berlapis, dan berdasar pada prinsip konstitusi serta hukum internasional.

Dengan pandangan komprehensif tersebut, Prof. Pantja membuka ruang refleksi baru tentang bagaimana negara seharusnya menempatkan peran Polri dalam menjaga keamanan, menghadirkan pelayanan publik, dan memastikan hukum berjalan dengan tetap berpijak pada prinsip-prinsip konstitusional. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *