JAKARTA | Gelombang modernisasi pendidikan kini semakin terasa dari Samarinda hingga kepulauan Maluku. Sekolah Terpadu di Samarinda menjadi salah satu wajah baru transformasi itu, ketika ruang-ruang kelas mulai hidup dengan teknologi Papan Interaktif Digital yang mengubah pola belajar murid menjadi lebih visual, komunikatif, dan adaptif terhadap era digital.
Kunjungan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, pada pertengahan September 2025 mempertegas arah besar program revitalisasi pendidikan nasional. SDN 028 Sungai Kunjang, SMPN 16 Samarinda, hingga SMA Prestasi Samarinda menyambut sang menteri dengan antusiasme yang tak terpakai.
Bagi para murid dan guru, momen ini bukan sekadar seremoni, melainkan penanda bahwa masa depan pembelajaran benar-benar sedang dibangun.
“Menteri Mu’ti menyaksikan sendiri bagaimana papan interaktif membuat kelas menjadi lebih hidup dan memudahkan guru dalam mengajar,” tutur Plt. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Timur, Armin, saat ditemui dalam Rakor Kepala Daerah di Tangerang (13/11).
Ia menegaskan, digitalisasi pendidikan menjadi harapan besar bagi daerah 3T yang masih berjuang dengan keterbatasan infrastruktur.
“Meski APK kami 98,75%, persoalan dropout tetap muncul karena jarak tempuh yang jauh. Kami berharap dukungan pusat bisa menjangkau lebih banyak sekolah,” ujarnya.
Sementara itu, dari wilayah timur Indonesia, gaung revitalisasi pendidikan tak kalah kuat. Plt. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku, Sarlota Singerin, menyebut digitalisasi sebagai “urat nadi baru” pendidikan di provinsi kepulauan tersebut.
“Dengan bantuan pusat, sekitar 100 SMA dan SMK kini memiliki sarana digital yang memadai. Sekolah-sekolah perbatasan kini tak lagi tertinggal dibanding sekolah perkotaan. Guru pun mengajar dengan sukacita,” tegasnya.
Ia berharap program keberlanjutan dapat diperluas untuk lebih dari 400 sekolah yang tersebar di berbagai pulau.
“Ini bukan hanya untuk Maluku, tetapi untuk generasi Indonesia masa depan,” tambahnya.
Dalam sambutannya, Menteri Abdul Mu’ti menegaskan target penyelesaian revitalisasi dan digitalisasi pembelajaran pada 15 Desember 2025, termasuk pelaporan. Namun, ia menegaskan fleksibilitas tetap diberikan bagi daerah dengan kendala geografis ekstrem.
“Dispensasi dapat diberikan setelah evaluasi ketat. Yang terpenting, bantuan tepat sasaran dan menjangkau sekolah paling membutuhkan,” jelasnya.
Dari sisi legislatif, Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, memastikan dukungan penuh melalui fungsi pengawasan, legislasi, dan penganggaran.
“Kami memastikan anggaran tepat sasaran dan revisi UU Sistem Pendidikan Nasional lebih responsif terhadap kebutuhan daerah. Pendidikan berkualitas adalah tanggung jawab bersama,” ujarnya.
Dengan transformasi yang kini bergerak dari provinsi besar hingga ke pulau-pulau terpencil, digitalisasi pendidikan bukan lagi sekadar wacana—melainkan gerakan nasional yang mulai mengubah wajah sekolah Indonesia secara nyata. (*)
