INDRAMAYU | Sebuah potongan video yang memperlihatkan siswi SMK Muhammadiyah Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, tak bisa mengikuti Ujian Tengah Semester (UTS) karena masalah tunggakan biaya, mendadak viral dan menjadi sorotan publik.
Sosok dalam video itu adalah ALN, siswi kelas XII, yang selama dua hari absen ujian lantaran belum menyelesaikan pembayaran administrasi sekolah.
Isu ini langsung menyedot perhatian warganet, bahkan menyeret perdebatan soal tata kelola pendidikan menengah atas di Jawa Barat yang berada di bawah kewenangan Pemprov.
Kepala SMK Muhammadiyah Kandanghaur, Affandi, angkat bicara. Menurutnya, pihak sekolah sudah sejak lama berkomunikasi dengan keluarga ALN mengenai kondisi ekonomi yang serba terbatas.
“Sejak di SMP Muhammadiyah, ananda ALN memang mengalami kendala biaya. Setelah kami dalami, akhirnya sekolah memutuskan membebaskan seluruh biaya pendidikannya hingga lulus,” jelas Affandi, Kamis (18/9/2025).
Dengan keputusan itu, ALN kini sudah kembali masuk kelas dan mengikuti UTS bersama teman-temannya.
Ibunda ALN, Yanti, membenarkan kabar bahwa anaknya telah mendapatkan hak untuk ikut ujian.
“Anak saya sudah menerima kartu ujian semester. Jadi benar, sekolah memberi kesempatan,” tuturnya dengan lega.
Affandi menegaskan, kasus ini menjadi momentum penting bagi sekolah untuk memperkuat komitmen pendidikan tanpa diskriminasi. SMK Muhammadiyah Kandanghaur, katanya, terus menekankan pendidikan berbasis karakter islami, kedisiplinan, dan tanggung jawab.
Langkah ini juga sejalan dengan Program Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) di Jawa Barat, sebagai upaya agar tidak ada lagi anak yang kehilangan kesempatan belajar hanya karena faktor ekonomi.
Kasus ALN juga membuka mata tentang derasnya arus informasi di media sosial. Isu bisa cepat viral, opini bisa terbentuk sebelum fakta lengkap tersaji.
Seperti dikatakan jurnalis senior Dahlan Iskan, “Di zaman medsos seperti ini, ada yang disebut kebenaran baru. Jadi kebenaran saja tidak cukup, karena kebenaran dianggap kuno.
Kisah ALN adalah pengingat bahwa pendidikan bukan sekadar urusan biaya, melainkan hak dasar setiap anak. Viral di media sosial boleh saja menjadi pemantik, tetapi solusi nyata tetap lahir dari komunikasi sehat antara sekolah, orang tua, dan masyarakat.(*)










Komentar