SURABAYA |Riset adalah jantung kemajuan bangsa. Namun di Indonesia, denyutnya masih lemah karena minimnya anggaran. Data Bank Dunia mencatat, pada 2020 Indonesia hanya mengalokasikan 0,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk riset. Angka ini jauh tertinggal dibanding rata-rata global yang mencapai 2,67 persen dari PDB.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB Unair), Prof Rossanto Dwi Handoyo SE MSi PhD, menegaskan bahwa kondisi ini jauh dari ideal.
“Kalau ingin menjadi negara yang menguasai perekonomian, anggaran riset seharusnya bisa meningkat. Angka 0,2 persen itu sangat kecil,” ujarnya di Surabaya, Senin (8/9/2025).
Prof Rossanto mencontohkan Korea Selatan dan China, dua negara yang menggelontorkan anggaran riset lebih tinggi hingga mendorong transformasi mereka menjadi negara industri penuh (fully industrial). Hasilnya, mereka mampu menciptakan inovasi, merebut pasar, dan mendominasi rantai produksi global.
“Tanpa riset, kita hanya jadi imitator. Negara-negara yang berfokus pada riset akan merebut pasar dari negara-negara yang hanya meniru,” tegasnya.
Menurutnya, ketertinggalan ini menciptakan technological gap. Negara dengan riset minim akan terus bergantung pada impor teknologi dari negara inovatif, sehingga sulit lepas dari ketergantungan ekonomi.
Prof Rossanto menilai pemerintah belum memandang riset sebagai agenda strategis pembangunan. Padahal, membangun ekosistem riset yang kokoh adalah kunci agar Indonesia tidak sekadar jadi pasar bagi produk asing.
“Ekosistem riset yang kuat adalah syarat mutlak kalau kita ingin bersaing dan menguasai pasar,” tambahnya.
Namun, Prof Rossanto tidak hanya menyoroti peran pemerintah. Ia menekankan perlunya pelibatan sektor swasta. Menurutnya, pemerintah bisa mendorong perusahaan untuk berinvestasi di riset dengan memberikan insentif pajak.
“Jadi pemerintah tidak harus selalu menanggung sendiri. Kalau perusahaan membuat divisi riset, pengeluarannya bisa dianggap deductible tax,” jelasnya.
Langkah ini diyakini dapat mempercepat terciptanya ekosistem riset nasional yang mandiri, kuat, dan berdaya saing global.(*)
Sumber : Kominfo Jatim Editor : Redaksi