Indramayu | Drama penyalahgunaan wewenang kembali mencuat di Kabupaten Indramayu. Kejaksaan Negeri (Kejari) Indramayu resmi menahan J, Kepala Unit Lembaga Keuangan Non-Bank milik pemerintah di Cabang Gabuswetan, Kamis (28/8/2025).
Penahanan ini dilakukan usai penyidik menemukan bukti kuat terkait dugaan korupsi penyaluran kredit fiktif senilai hampir setengah miliar rupiah.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Indramayu, Arie Parsetyo, menuturkan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik Tipikor mengantongi minimal dua alat bukti sah. “Tersangka J ditetapkan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-02/M.2.21/Fd.2/08/2025. Langkah ini diambil karena bukti sudah cukup kuat,” tegasnya, Jumat (29/8/2025).
Dari hasil penyidikan, J diduga melakukan penyimpangan dalam penyaluran kredit Kredit Cepat Aman (KCA) sepanjang periode 2022–2023. Sebanyak enam nama warga digunakan seolah-olah sebagai nasabah penerima kredit. Namun faktanya, dana tersebut tidak pernah sampai ke tangan mereka.
Akibat perbuatan J, uang negara senilai Rp453.988.140 pun amblas, berujung pada kredit macet dan kerugian nyata bagi lembaga keuangan daerah.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, melainkan tindak pidana korupsi yang jelas melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor. Kerugian negara nyata dan pelakunya harus bertanggung jawab,” imbuh Arie.
Setelah resmi ditetapkan tersangka, J langsung digiring ke Lapas Kelas II B Indramayu untuk menjalani masa penahanan selama 20 hari ke depan. Penahanan ini dilakukan guna mempermudah penyusunan surat dakwaan sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan.
Jika terbukti bersalah, J terancam hukuman berat sesuai UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kejari Indramayu menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Arie menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen memberantas praktik korupsi di daerah.
“Kami tidak akan berhenti menindak tegas siapapun yang terbukti merugikan keuangan negara. Dukungan masyarakat sangat penting agar pemberantasan korupsi berjalan optimal,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa penyalahgunaan jabatan, sekecil apapun, bisa berujung pada jeruji besi. (tomi)
