Mahasiswa FIB Unair Soroti Pengobatan Tradisional Pulau Parang di Konferensi Internasional HOMSEA 2025

Surabaya | Di balik keindahan wisata Pulau Parang, Karimunjawa, tersimpan warisan pengobatan tradisional yang telah turun-temurun menjadi penopang kesehatan warga. Menyadari nilai budaya dan ilmiahnya, tiga mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga berhasil mengangkatnya ke panggung akademik dunia.

Ilham Baskoro bersama Karina Kusuma dan Nydia Yuliana meneliti praktik etnomedis masyarakat Pulau Parang melalui riset bertajuk “Unmasking Local Belief: Traditional Medicine as First Aid Solution and Hereditary Culture in Parang Island.” Karya mereka berhasil mencuri perhatian dalam Konferensi Internasional History of Medicine in Southeast Asia (HOMSEA) 2025 yang digelar di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada 24–27 Juni 2025.

“Presentasi kami banyak mendapat apresiasi karena mengangkat sesuatu yang dianggap unik. Bagaimana masyarakat di pulau terpencil mengandalkan akar, daun, dan kearifan lokal sebagai pertolongan pertama,” ujar Ilham Baskoro, Senin (30/6/2025).

Riset ini menelusuri lebih dari sekadar jamu dan rebusan tradisional. Simbol spiritual, kekuatan budaya, hingga praktik dukun bayi dan dukun magis menjadi fokus utama sebagai representasi ketahanan budaya. Misalnya, daun Rebo Biso yang kini diolah jadi kapsul, dan air rebusan kayu Dewandaru yang dianggap sakral dan memiliki nilai penyembuhan.

“Pengobatan di Parang bukan sekadar praktik kesehatan, tetapi bentuk ketahanan budaya dan spiritualitas. Ini bukan masa lalu yang ditinggalkan, tetapi masa kini yang dijalani,” tegas Ilham.

Keberhasilan tim Unair di forum HOMSEA yang diikuti oleh 140 peserta dari 14 negara menunjukkan bahwa suara mahasiswa Indonesia bisa berdiri sejajar dengan akademisi dunia. Diskusi mereka melintasi bidang sejarah, antropologi, kedokteran, hingga kebijakan publik.

“Kami percaya bahwa etnomedis Pulau Parang adalah jembatan antara ilmu dan kebudayaan. Ini bukan hanya penelitian, tapi juga bentuk pengakuan atas identitas lokal yang bertahan dalam arus globalisasi,” pungkasnya.(*)

Komentar

News Feed