Ritual Andingingi: Harmoni Tradisi dan Alam di Bulukumba

Min.co.id ~ Sulsel ~ Tallas Kamase-masea. Begitulah prinsip hidup komunitas Kajang di Desa Tana Toa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Prinsip ini tercermin dalam tradisi mereka yang menjunjung tinggi kesederhanaan, menjauh dari modernisasi, dan menjaga adat istiadat yang diwariskan turun-temurun.
Salah satu tradisi paling unik dan sakral di kalangan Suku Kajang adalah Ritual Andingingi, sebuah ritual tahunan yang bertujuan memohon keselamatan, keberkahan, dan keharmonisan antara manusia dan alam.
Pada 2024, ritual ini menjadi bagian dari Festival Pinisi ke-14, yang berlangsung pada 7 September di Kawasan Hutan Adat Kajang. Ritual andingingi bukan hanya acara adat, tetapi juga simbol doa untuk keseimbangan alam dan panen yang melimpah.
Ritual dimulai sejak pagi hari dengan suasana khidmat. Semua peserta mengenakan pakaian serba hitam, warna yang melambangkan kesederhanaan dan penghormatan terhadap adat.
Prosesi diawali dengan palenteng ere, sebuah ritual izin kepada Ammatoa pemimpin adat Kajang. Dua orang mengitari rumah adat sambil memercikkan air suci ke delapan penjuru mata angin. Air ini dipercaya membawa keberkahan, mendinginkan alam, dan menjauhkan bencana.
Kemudian, peserta menjalani prosesi bacca’, di mana bedak cair dari tepung beras dan kunyit dioleskan ke leher atau jidat. Ritual ini melambangkan pikiran yang jernih dan kejujuran.
Tahap berikutnya adalah allabian dedde, pemberkatan sesajen yang terdiri dari bahan-bahan simbolis seperti beras hitam (keteguhan budaya), beras merah (perjuangan), dan pisang kamppiung (pisang pertama di bumi). Semua bahan ini ditempatkan dalam konre-konre, wadah dari anyaman daun kelapa, lalu diletakkan di bawah pohon besar di hutan adat.
Ritual ditutup dengan makan bersama sebagai simbol doa untuk kemakmuran dan kebersamaan.
Bupati Bulukumba, Andi Muchtar Ali Yusuf, menegaskan pentingnya melestarikan tradisi ini. “Ritual Andingingi adalah warisan budaya yang harus dijaga dan ditunjukkan kepada dunia. Ini bukan sekadar ritual, tetapi juga bentuk harmoni manusia dengan alam,” ujarnya.
Senada dengan itu, Profesor Yusran Jusuf dari Unhas menyebut andingingi sebagai tradisi yang memiliki filosofi mendalam.
“Tradisi ini mengajarkan kita pentingnya menjaga keseimbangan alam. Pelestariannya adalah tanggung jawab kita bersama,” katanya.
Keunikan dan kedalaman nilai yang terkandung dalam Ritual Andingingi menjadikannya daya tarik budaya yang luar biasa. Dengan semangat menjaga harmoni antara manusia, adat, dan alam, tradisi ini menjadi pengingat bahwa warisan leluhur tidak hanya harus dijaga, tetapi juga terus dikembangkan untuk generasi mendatang.
Bulukumba, yang dikenal dengan keindahan wisata baharinya, kini juga diakui sebagai penjaga tradisi leluhur yang penuh filosofi. Ritual Andingingi bukan hanya simbol budaya lokal, tetapi juga inspirasi global dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan budaya.(*)
Editor : siska
Komentar