JAKARTA | Menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026, pasar pangan kembali memainkan “tarian lama” yang selalu muncul setiap akhir tahun. Harga sejumlah komoditas seperti cabai, bawang, telur, dan minyak goreng mulai menanjak pelan seakan mengikuti irama musiman yang tidak pernah absen dari panggung ekonomi rakyat.
Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Ayip Said Abdullah, menyebut situasi ini sebagai “ritual tahunan” yang terus berulang tanpa solusi tuntas.
“Hujan berlebih di akhir tahun membuat banyak sayuran gagal panen. Ini memicu gangguan pasokan dan kenaikan harga,” kata Ayip, Rabu (10/12/2025).
Tidak hanya cuaca. Beberapa sentra pangan di Sumatera ikut dihantam bencana alam, mempersempit jalur distribusi komoditas vital. Alhasil, pasar di berbagai daerah mengalami suplai yang ketat.
Ayip menilai, lonjakan ini bukan sekadar persoalan cuaca. Ada masalah laten yang jarang disentuh: produksi pangan nasional tidak merata dan terlalu bertumpu pada beberapa wilayah saja.
“Produksi kita tidak berlangsung sepanjang tahun, sehingga stok sering tidak stabil,” jelasnya.
Salah satu masalah besar lainnya adalah ketidakjelasan data rantai pasok. Tanpa informasi akurat tentang jumlah produksi dan posisi stok, pemerintah sering terlambat melakukan intervensi.
“Kita perlu data yang benar-benar akurat untuk mengantisipasi kenaikan harga,” tegas Ayip.
Ia menilai, ketidaklengkapan data membuat pemerintah seperti “berjalan dalam kabut” saat harus menahan gejolak harga.
Untuk jangka pendek, Ayip mendorong Bulog memperkuat distribusi dan meningkatkan analisis stok. Ia menilai kesiapsiagaan menghadapi momen Nataru wajib diperkuat agar lonjakan harga tidak terjadi secara liar.
Secara jangka panjang, Ayip menekankan perlunya ketahanan pangan berbasis iklim. Banyak komoditas yang belum mampu beradaptasi terhadap perubahan cuaca ekstrem.
“Belum semua komoditas kita siap menghadapi perubahan iklim. Infrastruktur dan teknologi juga belum merata,” ujarnya.
Ia menambahkan, daerah harus diperkuat agar tidak terlalu bergantung pada sentra pangan tertentu.
Menutup penjelasannya, Ayip mengingatkan bahwa persoalan ini bukan lagi hal baru. Ia menyebutnya sebagai “PR tahunan yang tak boleh lagi dibiarkan menumpuk.”
“Ini bukan persoalan satu atau dua bulan, tapi persoalan tahunan. Harus dibenahi berkelanjutan,” kata Ayip. (*)









Komentar