TANGERANG | Sebuah “alarm sunyi” kembali terdengar dari Kabupaten Tangerang. Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat mengumumkan angka yang mengejutkan: 48.815 warga tercatat mengidap diabetes melitus sepanjang 2025. Di balik angka itu, 60 jiwa telah melayang, menjadi bukti bahwa penyakit tak menular ini terus mengintai tanpa suara.
Kepala Dinkes Kabupaten Tangerang, Hendra Tarmizi, menyebutkan bahwa mayoritas pasien diabetes berada pada kelompok usia di atas 40 tahun. Data terbaru yang dilaporkan melalui Antaranews, Selasa (9/12/25), menunjukkan tren peningkatan. Dibanding tahun sebelumnya, terjadi lonjakan 494 kasus dari 48.321 kasus pada 2024, yang mengakibatkan 32 kematian.
“Rata-rata usia yang terkena itu paling banyak di atas 40 tahun,” ungkap Hendra. Ia menekankan bahwa 70 persen pasien berada di usia rentan, menjadikan diabetes sebagai ancaman serius bagi kelompok paruh baya.
Lebih jauh, Hendra menjelaskan bahwa penyebab utama diabetes tidak lain adalah gaya hidup modern yang kian menjauh dari kebiasaan sehat. Tingginya konsumsi makanan dan minuman manis, kurangnya aktivitas fisik, hingga kebiasaan minum alkohol—semuanya menjadi pemantik penyakit yang sering disebut sebagai the silent killer ini.
“Nggak banyak gerak, makan manis-manis terlalu banyak, termasuk konsumsi alkohol juga bisa menyebabkan diabetes,” ujarnya.
Diabetes, menurut Hendra, bukan sekadar penyakit yang membuat kadar gula darah melonjak. Ia adalah pintu masuk berbagai komplikasi mematikan: stroke, serangan jantung, kebutaan, hingga luka kronis yang tak kunjung sembuh. Setiap komplikasi ibarat ancaman yang bisa datang kapan saja, terutama bagi mereka yang abai terhadap gaya hidup sehat.
Sebagai langkah antisipasi, Dinkes Kabupaten Tangerang mengimbau masyarakat untuk segera memulai pola hidup sehat dan rutin melakukan pengecekan kesehatan. Pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan juga telah menggulirkan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang diharapkan bisa dimanfaatkan warga.
“Masyarakat bisa memanfaatkan program itu untuk pencegahan,” ujar Hendra.
Di tengah derasnya aktivitas dan rutinitas modern, laporan ini menjadi pengingat bahwa menjaga tubuh bukanlah opsi—melainkan keharusan. Sebab, penyakit yang datang diam-diam bisa saja menjadi ancaman paling nyata. (*)






Komentar