ACEH SELATAN | Di tengah deru banjir bandang yang merusak rumah, ladang, dan harapan ribuan warga Aceh Selatan, kabar mengejutkan justru datang dari Jakarta.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian resmi “menarik jangkar” kepemimpinan Bupati Aceh Selatan Mirwan MS dengan memberhentikannya sementara selama tiga bulan.
Alasannya tak kalah dramatis: sang bupati berangkat umrah tanpa izin tepat ketika daerahnya diterjang bencana besar.
Pengumuman itu disampaikan Mendagri Tito Karnavian di Jakarta, Selasa (9/12/2025). Mengacu pada Pasal 76 Ayat i dan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, tindakan Mirwan disebut bertentangan dengan aturan karena ia tetap pergi ke luar negeri meski izinnya telah ditolak oleh Gubernur Aceh, Muzakir Manaf.
“Yang bersangkutan nanti selama tiga bulan bolak-balik ke Mendagri untuk magang, kita bina kembali,” ujar Tito, memberi sinyal bahwa sanksi ini bukan sekadar hukuman, tetapi juga pembinaan ulang seorang pejabat daerah agar memahami urgensi kepemimpinan di masa darurat.
Surat Keputusan pemberhentian telah diteken. Bersamaan dengan itu, Tito Karnavian menunjuk Wakil Bupati, Baital Mukadis, sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Aceh Selatan. Tongkat estafet kepemimpinan pun berpindah tangan di tengah situasi yang menuntut keputusan cepat dan kebijakan tepat.
Keputusan ini bukan datang tiba-tiba. Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah meminta Mendagri mencopot Mirwan. Namun, merujuk undang-undang, sanksi maksimal atas tindakan pergi ke luar negeri tanpa izin adalah pemberhentian sementara selama tiga bulan. Bukan pemberhentian tetap.
Situasi di Aceh Selatan memang jauh dari kata aman. Enam kecamatan dan 12 gampong terdampak parah. Tercatat 5.940 warga mengungsi di empat titik, 750 rumah rusak berat, sawah dan kebun gagal panen, tambak hancur, hingga ruas jalan nasional terputus. Gambaran ini mempertegas pesan Mendagri seorang pemimpin daerah tak boleh absen di saat rakyat terguncang.
“Dalam situasi darurat, kepala daerah adalah komandan lapangan. Ia memimpin Forkopimda, mengoordinasikan polisi, TNI, kejaksaan, dan seluruh aparatur. Kehadirannya mutlak,” tegas Tito.
Kini, Aceh Selatan memasuki fase baru fase kepemimpinan darurat. Baital Mukadis memegang kendali di tengah luka besar yang harus segera ditangani. Sementara Mirwan MS, untuk sementara, harus menempuh “ziarah politik” berbeda bukan ke tanah suci, melainkan ke Kemendagri, untuk memperbaiki cara pandang dan pemahamannya sebagai pemimpin daerah.
Di balik bencana dan polemik, harapan tetap menyala. Warga Aceh Selatan menunggu langkah konkret Plt. Bupati untuk memulihkan daerah mereka.
Sementara itu, kisah Mirwan menjadi pengingat jabatan adalah amanah, dan amanah tak boleh ditinggalkan, apalagi saat rakyat sedang membutuhkan pelindungnya. (*)







Komentar