MAJALENGKA | Di ketinggian 586 meter di atas permukaan laut, pada koordinat 6.96 LS dan 108.2 BT, hamparan tanah sunyi di perbatasan Desa Kagok dan Desa Haurgeulis ternyata menyimpan jejak masa silam yang jauh lebih bising daripada hembusan anginnya hari ini.
Tempat itu bernama Situs Karaton Walangsuji, pusat pemerintahan Karatuan Talaga Manggung pada kisaran tahun 1400 Masehi sebuah kota kuno yang dulu hidup, kini kembali dipanggil dari tidur panjangnya oleh masyarakat penjaga budaya.
Cerita rakyat Majalengka menuturkan, kawasan Walangsuji dahulu berdiri sebagai pusat tata kelola pemerintahan ketika sistem Ka-Resian di Keraton Sangiang mengalami kekacauan. Peristiwa tragis “rajapati” terhadap Raja Resi Prabhu Talaga Manggung dan pemberontakan dari sang menantu membuat ibu kota dipindah ke Walangsuji, di bawah kepemimpinan Ratu Agung Nyai Rara Dewi Simbarkantjana.
Selain tradisi lisan, keberadaan Walangsuji mendapat legitimasi kuat dari Naskah Bujangga Manik, yang dalam salah satu baitnya jelas menyebutkan Walangsuji sebagai ibu kota Talaga.
“Ti Baratna Walang Suji… Inya na Lurah Talaga.”Dari arah Barat adalah Walangsuji, di sanalah pusat Talaga berada.
Nama Walangsuji sendiri dipercaya berasal dari vegetasi khas yang tumbuh lebat di wilayah itu: walang dan pandan suji.
Untuk mencapai lokasi, pengunjung dapat menempuh jalur Majalengka–Talaga, lalu berbelok dari Desa Banjaran menuju Desa Kagok. Dari Bale Desa Kagok, situs kuno ini berjarak sekitar 4 kilometer.
Di tengah tenangnya alam, terdapat bukti-bukti arkeologis awal berupa batu lumpang, terasering tanah, dan kapling-kapling struktur yang diduga sebagai bekas tatanan ruang kota kuno yang sistematis.
Di balik upaya pelestarian situs ini berdiri Paguyuban Walangsuji Talagamanggung, dipimpin oleh Aom Muhrom. Paguyuban ini bekerja tanpa pamrih untuk menjaga artefak yang tersisa dari tangan-tangan tak bertanggung jawab.
“Kami hanya menjaga apa yang tersisa dari leluhur. Semua kegiatan sudah mendapatkan izin dari Pemerintah Desa Haurgeulis dan Desa Kagok,” jelas Aom.
Paguyuban ini bekerja sebagai kepanjangan tangan Yayasan Talaga Manggung Simbar Kantjana, yang mendorong pelestarian cagar budaya Talaga Manggung secara terstruktur dan edukatif.
Asep Asdha Singawinata, dari Pranata Budaya Talaga Manggung, menegaskan bahwa Walangsuji adalah “Situs Utama” pembentukan tata pemerintahan kuno Talaga Manggung.
“Struktur tanahnya menggambarkan pola kota kuno. Meski fondasi belum ditemukan, pemetaan ruangnya menunjukkan jejak bangunan yang pernah sangat tertata,” ujarnya.
Sementara itu, Kang Nana Rohmana (NARO) dari komunitas Madjalengka Baheula mengatakan bahwa Walangsuji merupakan lokasi penting yang disebut dalam naskah perjalanan Bujangga Manik pada abad ke-15.
Pelestarian situs ini mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Desa Kagok, Desa Haurgeulis, Kecamatan Banjaran, Kecamatan Bantarujeg, hingga Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Majalengka.
Sekretaris Kecamatan Bantarujeg, Drs. Yusmanto, menegaskan bahwa pelestarian situs budaya adalah tanggung jawab bersama.
“Warisan leluhur tidak mengenal batas wilayah. Siapa pun yang peduli harus bersinergi menjaga peninggalan budaya masa lampau,” ujarnya. (*th)









Komentar