KEDIRI | Kasus dugaan pencabulan di Kota Kediri kembali memicu perhatian publik, bukan hanya karena proses hukumnya, tetapi juga karena munculnya Surat Kesepakatan Bersama yang diduga mendorong penyelesaian perkara di luar jalur resmi. Dokumen tersebut menimbulkan tanda tanya besar mengenai komitmen lembaga pemerintah dan para pihak terkait dalam melindungi korban anak.
Supriyo selaku Dewan Penasehat Perkumpulan Sahabat Boro Jarokan (Saroja) yang mendapt kuasa pendampingan korban, menilai munculnya surat itu sebagai indikasi lemahnya mekanisme perlindungan korban di tingkat daerah. Ia menyebut langkah tersebut berpotensi menimbulkan intimidasi terhadap korban dan keluarganya.
Hal tersebut diungkapkannya Priyo sapaan akrab nya, saat mendatangi Mapolres Kediri Kota pada Senin (8/12/2025). Ia mengaku terkejut ketika mengetahui adanya upaya penyusunan kesepakatan damai dalam kasus pidana pencabulan anak bawah umur.
Menurut Priyo, hal tersebut bukan hanya menyesatkan, tetapi juga mencoreng komitmen penegakan hukum. “Kami sangat kecewa dan tidak segan-segan melaporkan siapa saja yang menginisiasi surat itu,” ujarnya tegas.
Ia menegaskan bahwa perkara pencabulan tidak boleh dinegosiasikan. “Kalau ada intimidasi terhadap korban atau keluarganya, kami pasti menindaklanjuti secara hukum,” ancamnya.
Situasi semakin panas ketika Priyo bertemu Zaki Zamani selaku Kepala Bidang Perempuan Dan Anak dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Kediri. Pertemuan itu berubah menjadi diskusi keras terkait kinerja pemerintah dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Pada kesempatan ini, Priyo menyampaikan kritik tajam terhadap keberadaan Tim Reaksi Cepat (TRC) atau Satgas PPA Pemkot Kediri yang dinilainya tidak berjalan efektif. Ia bahkan meminta agar tim tersebut dipertimbangkan untuk dibubarkan karena dianggap hanya menyerap anggaran tanpa memberikan kontribusi signifikan.
Perdebatan seputar surat damai ini merupakan babak baru yang mengungkap persoalan lebih dalam adanya dugaan upaya menggiring penyelesaian kasus pidana melalui jalur non-prosedural.
“Ini dapat membahayakan karena bisa merugikan korban yang seharusnya mendapatkan perlindungan penuh dari negara,” tegas mantan aktifis ’98 ini.
Diketahui, kasus ini mencuat ke permukaan setelah Supriyo mendampingi korban yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) ini. Diduga korban diperlakukan cabul oleh terduga pelaku berinisial F yang tinggal di Kelurahan Bangsal, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri.
Laporan dugaan tindak pidana asusila tersebut telah dilaporkan keluarga korban ke Polres Kediri Kota pada 18 November 2025. Setelah Supriyo mendampingi kasus ini, pada 5 Desember 2025, terduga pelaku F kemudian diamankan polisi. Polisi kini melanjutkan penyidikan lebih panjut untuk mendalami perkara tersebut yang diduga ada korban lainnya. (Chandra)










Komentar