MOJOKERTO | Suasana Trawas mendadak berubah layaknya “laboratorium masa depan” saat Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Jawa Timur menggelar program CERDIG Cerdas Digital bertajuk “AI Preneurship: Menciptakan Peluang Bisnis Inovatif dengan Kecerdasan Artifisial”, Kamis (4/12/2025). Kegiatan ini menjadi arena bagi para pelaku UMKM untuk memahami bagaimana kecerdasan buatan bisa menjadi “senjata rahasia” dalam mengembangkan bisnis.
Hadir sebagai narasumber utama, Miftakul Huda, Ketua Relawan TIK Surabaya yang dikenal sebagai “pengembara digital” karena kiprahnya dalam berbagai program literasi teknologi nasional. Mulai dari DEA Kominfo, UMKM LevelUp, Desa Cerdas, hingga CEO Kebutuhanpertanian.com—Huda membawa segudang pengalaman lapangan.
Dalam pemaparannya, Huda menegaskan bahwa AI bukan lagi teknologi untuk kalangan elite, melainkan kebutuhan mendesak bagi masyarakat umum. “AI ini ibarat pisau bermata dua. Bisa meningkatkan hasil usaha, memperluas pasar, sampai memudahkan pembuatan konten. Tapi kalau tidak memahami etika dan keamanannya, bisa jadi bumerang,” ujarnya.
Tak hanya bicara manfaat, Huda juga mengungkap “sisi gelap” AI yang jarang disorot. Mulai dari adversarial attacks yang bisa membuat AI salah prediksi, data poisoning yang merusak data latih, hingga model extraction yang memungkinkan pihak lain meniru model buatan kita. “Keamanan AI harus diuji secara berkala,” tegasnya.
Peserta kemudian diajak mempraktikkan penyusunan bisnis melalui Business Model Canvas, agar UMKM tidak hanya pintar digital tetapi juga strategis dalam mengelola usahanya. Huda juga mengajak publik untuk terus melek digital lewat kanal pribadinya, @miftakulhuda1. “Dunia digital tak akan menunggu kita. Peluangnya besar, tapi hanya untuk yang mau belajar,” pesannya.
Sesi berikutnya tak kalah seru. Sri Hariati, Direktur Diva Digital sekaligus Instruktur Nasional Digital Talent Scholarship, membawakan materi etika dan keamanan AI. Dikenal sebagai praktisi yang tegas soal keamanan data, Sri mengingatkan bahwa AI harus digunakan dengan bijak. “Tanpa etika, teknologi bisa berubah dari pelindung menjadi ancaman,” ujarnya.
Sri memaparkan enam prinsip etika AI: transparansi, akuntabilitas, keadilan, kebaikan, non-maleficence, dan otonomi. Ia juga mengingatkan potensi bias yang bisa membuat AI berlaku diskriminatif misalnya dalam rekrutmen atau layanan publik.
Risiko lain seperti deepfake, disinformasi, kebocoran data, hingga phishing berbasis AI juga menjadi sorotan. “AI itu asisten, bukan bos. Keputusan tetap butuh manusia,” katanya.
Acara CERDIG di Trawas akhirnya menjadi bukti bahwa Jawa Timur tidak ingin hanya menjadi penonton perkembangan teknologi. Dengan pembekalan ini, UMKM diharapkan tak hanya siap menghadapi era digital, tapi juga mampu menaklukkan peluang bisnis masa depan dengan memanfaatkan AI secara aman, etis, dan kreatif. (*)










Komentar