Calung Sunda: Harmoni Bambu yang Menyimpan Magi Tradisi

JABAR | Calung, alat musik tradisional khas masyarakat Sunda, kembali menjadi sorotan sebagai salah satu warisan budaya yang paling memikat dari Tanah Priangan. Terbuat dari bambu pilihan dengan proses pengerjaan yang detail dan penuh ketelitian, calung menghadirkan kekayaan bunyi yang tak hanya indah, tetapi juga sarat makna.

Dalam kesenian Sunda, calung bukan sekadar alat musik ia adalah napas dari seni pertunjukan, medium komunikasi budaya, serta simbol keharmonisan antara manusia dan alam. Suara khas yang muncul dari getaran bilah-bilah bambu menciptakan lantunan ritmis yang menggugah perasaan siapa pun yang mendengarnya.

Calung hadir dalam dua bentuk utama yang masing-masing memiliki karakter unik:

Calung Rantay, terdiri dari bilah-bilah bambu yang digantung berjajar. Untuk memainkannya, pemain memukul bilah menggunakan pemukul kecil, menghasilkan suara yang nyaring dan hidup. Bentuk ini biasa dimainkan secara ansambel, menghadirkan harmoni yang ramai dan penuh keceriaan.

Calung Jinjing, berukuran lebih kecil dan dipegang langsung oleh pemain. Teknik memainkan calung ini lebih ekspresif, menghadirkan nuansa yang lebih intim dan personal. Suaranya cenderung lebih hangat, cocok untuk pertunjukan dengan sentuhan emosional yang kuat.

Sebagian besar calung dibuat dari bambu awi wulung, bambu hitam yang dikenal memiliki karakter suara lebih dalam dan resonan. Tidak heran jika calung sering menjadi pusat perhatian dalam pertunjukan seni tradisional Sunda—mulai dari helaran budaya, upacara adat, hingga pagelaran musik kontemporer yang menghadirkan sentuhan modern tanpa meninggalkan akar tradisi.

Keberadaan calung kini juga menjadi pintu masuk bagi generasi muda untuk kembali mencintai musik tradisional. Banyak komunitas seni, sanggar budaya, dan sekolah yang mulai memperkenalkan calung sebagai bagian dari edukasi musik. Upaya ini tidak hanya melestarikan alat musiknya, tetapi juga menjaga ruh budaya Sunda tetap hidup dan relevan di tengah perkembangan zaman.

Calung bukan hanya sekadar rangkaian bambu yang dipukul ia adalah suara sejarah, identitas budaya, dan warisan yang terus beresonansi dari masa ke masa. Sebuah harmoni yang lahir dari alam, tumbuh dalam tradisi, dan kini kembali menggema sebagai kebanggaan budaya Sunda.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *