LAMPUNG | Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, tak hanya memikat lewat deru ombak Samudra Hindia dan pesona pantai yang tak pernah habis, tetapi juga lewat kehadiran tamu istimewa yang menjadi ikon daerah: ikan marlin si raja laut berjubah sirip tegak dan moncong tajam bak tombak emas.
Di Krui, marlin bukan sekadar ikan. Ia menjelma identitas budaya, hadir dalam patung, logo, hingga karya seni yang terpajang di berbagai sudut kota. Popularitasnya tak lepas dari fakta bahwa perairan sekitar Krui merupakan salah satu jalur favorit marlin raksasa berbobot ratusan kilogram yang sering memukau nelayan dan pemancing dengan lompatan setinggi 10–20 meter.
Keistimewaan marlin tak berhenti di lautan. Di darat, ia berubah menjadi sajian kuliner yang merakyat, namun sarat karakter. Dagingnya yang mirip tuna menjadi bahan utama berbagai makanan khas seperti, Gulai taboh iwak tuhuk, Perosmasin ikan tuhuk, Satai tuhuk, Ikan asap, Marlin bakar
Semua tersaji dengan harga ramah kantong, hanya Rp15.000–Rp20.000 per porsi, menjadikannya santapan favorit terutama di bulan Ramadan sebagai hidangan berbuka atau sahur.
Marlin bukan cuma menggugah selera, tetapi juga memberikan kebaikan bagi tubuh. Kandungan vitamin B3, B6, B12, selenium, protein tinggi, dan rendah lemak jenuh menjadikan ikan ini pilihan sehat. Tak ketinggalan, omega-3 yang melimpah bermanfaat untuk menjaga kesehatan jantung hingga menurunkan risiko demensia.
Bagi para pehobi mancing, marlin adalah legenda hidup. Dengan kecepatan mencapai 100 km/jam dan aksinya yang akrobatis, memancing marlin bukan sekadar hobi itu adalah pertarungan kehormatan antara manusia dan makhluk laut penuh wibawa.
Dari kuliner nikmat, ikon budaya, hingga petualangan memancing yang menegangkan, marlin telah menancapkan “tombaknya” sebagai bagian tak terpisahkan dari kisah Pesisir Barat, Lampung. Sebuah perpaduan rasa, cerita, dan jati diri yang membuat daerah ini semakin layak menjadi destinasi impian.(*)
