JAKARTA | Di tengah derasnya arus informasi yang bergerak secepat kedipan layar ponsel, Kementerian Komunikasi dan Digital RI menggelar Forum Media Monitoring (FOMO) 2025 dengan tema yang penuh makna, “Mendengar Lebih Dekat, Bertindak Lebih Cepat.
Acara yang digelar secara daring pada Kamis (27/11/2025) ini menjadi ruang bertemu para pemikir komunikasi dari pemerintah, akademisi, hingga praktisi media sosial untuk membedah dinamika informasi yang kian tak terbendung.
Direktur Informasi Publik, Nursodik Gunarjo, M.Si, membuka diskusi dengan pernyataan yang menohok:
“Komunikasi adalah fondasi ekosistem digital. Tanpa literasi, kita hanya menjadi penonton yang terseret arus.”
Ia menyinggung kasus disinformasi erupsi Gunung Leotobi di NTT yang sempat menimbulkan kepanikan publik. Bagi Nursodik, kejadian itu adalah alarm keras bahwa literasi komunikasi bukan lagi kebutuhan elite, melainkan harus hidup di akar rumput.
Sementara itu, Sekda Kota Batam, H. Firmansyah, menegaskan bahwa komunikasi digital kini berfungsi jauh lebih strategis. Bukan sekadar penyampaian pesan, tetapi menjadi “senjata lembut” untuk mengarahkan keputusan, membangun citra, hingga menautkan kepercayaan masyarakat dengan pemerintah.
“Komunikasi digital adalah jembatan kepercayaan. Bila tidak kokoh, hubungan pemerintah dan masyarakat pun ikut goyah,” ujar Firmansyah.
Dari sisi manajemen krisis, Tenaga Ahli Ditjen Komunikasi Publik, Latief Siregar, mengingatkan bahwa reputasi di era digital dapat runtuh hanya oleh satu unggahan yang viral dalam hitungan menit. Tak kalah tegas, CEO Brightminds Communications Dody Rochady menyoroti bahwa di zaman ini setiap individu tak peduli siapa bisa menjadi pemicu gelombang krisis.
Praktisi media sosial sekaligus akademisi, Dr. Rulli Nasrullah, M.Si, menekankan pentingnya konsistensi dalam berkonten. Bagi Rulli, jejak digital ibarat “tinta basah” yang menempel lama.
“Generasi muda harus berhati-hati. Identitas digital kalian tidak mudah dihapus,” pesannya.
FOMO 2025 bukan sekadar forum. Ia menjadi gelanggang untuk menyelaraskan langkah, menyatukan pemahaman, dan merumuskan strategi komunikasi yang lebih adaptif menghadapi dinamika digital Indonesia.
Acara ini menegaskan satu pesan penting:
Di era banjir informasi, kemampuan mendengar dengan cermat sama pentingnya dengan bertindak cepat. (*)
