Benarkah Denda Pajak Progresif Membengkak? Ini Penjelasan Resmi dan Cara Menghitungnya

JAKARTA | Kepemilikan lebih dari satu kendaraan kerap membuat sebagian masyarakat khawatir akan tingginya beban pajak yang harus dibayar. Salah satu istilah yang sering memicu pertanyaan adalah denda pajak progresif mobil. Banyak yang mengira bahwa denda progresif muncul karena jumlah kendaraan, padahal sebenarnya penyebabnya berbeda.

Pajak progresif adalah tarif pajak kendaraan bermotor (PKB) yang meningkat sesuai jumlah kendaraan yang dimiliki seseorang dengan nama dan alamat yang sama. Namun, denda progresif sesungguhnya bukan denda tambahan baru, melainkan denda keterlambatan pembayaran pajak PKB pada kendaraan yang kebetulan terkena tarif progresif.

Artinya, ketika pemilik mobil kedua atau ketiga terlambat membayar pajak, denda yang dikenakan otomatis lebih besar karena dihitung dari tarif PKB yang lebih tinggi dibanding kendaraan pertama.

Setiap provinsi menerapkan tarif progresif berbeda, namun kisarannya berada di angka 1–3,5 persen, sebagaimana diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Peraturan Daerah masing-masing wilayah. Semakin banyak jumlah kendaraan, semakin tinggi pula tarif pajaknya.

Denda atas keterlambatan pembayaran PKB sendiri dihitung dengan rumus baku, yakni 25 persen dari PKB pokok, ditambah 2 persen per bulan keterlambatan, dengan batas maksimal 48 persen. Aturan ini berlaku secara nasional.

Sebagai gambaran, sebuah kendaraan kedua dengan PKB Rp3 juta yang terlambat dibayar selama empat bulan akan dikenakan denda hampir Rp1 juta. Perhitungan itu mencakup denda 25 persen serta denda bulanan yang terakumulasi.

Pemerhati kebijakan publik menilai bahwa ketentuan denda ini sekaligus menjadi pengingat pentingnya ketertiban administrasi pemilik kendaraan, utamanya mereka yang memiliki lebih dari satu unit. Keterlambatan bukan hanya mengakibatkan denda yang besar, tetapi juga berpotensi mengganggu validitas dokumen kendaraan.

Pihak Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) di berbagai daerah pun terus mengimbau masyarakat untuk memanfaatkan layanan pembayaran pajak kendaraan secara digital, yang kini tersedia melalui aplikasi resmi pemerintah daerah maupun gerai pembayaran rekanan. Sistem ini dinilai lebih cepat, transparan, dan minim kontak.

Dengan pemahaman yang benar mengenai pajak progresif dan dendanya, masyarakat diharapkan tidak lagi merasa terbebani oleh informasi yang simpang siur. Ketertiban membayar pajak menjadi langkah sederhana namun penting dalam mendukung pendapatan daerah, terutama untuk pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *