Ahli HTN: Putusan MK Tidak Menutup Peluang Anggota Polri Isi Jabatan Sipil yang Relevan

BANDUNG | Seorang pakar Hukum Tata Negara, Dr. Indra Perwira, memberikan pandangan mendalam terkait Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 114/PUU-XXIII/2025 yang membatalkan Penjelasan Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang No. 22 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Menurutnya, putusan tersebut tidak serta-merta menutup peluang bagi anggota Polri untuk menduduki jabatan sipil selama jabatan tersebut masih berada dalam ranah pelayanan publik dan berkaitan dengan fungsi kepolisian.

Dr. Indra menegaskan bahwa dalam perspektif hukum tata negara, pemerintah merupakan pemegang kekuasaan eksekutif yang salah satu fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Polri yang berada di bawah eksekutif juga termasuk institusi pelayanan publik (public servant).

Karena itu, ia menilai anggota Polri tetap memungkinkan ditempatkan pada jabatan sipil yang berada dalam jalur pelayanan publik, sepanjang jabatan tersebut berkaitan dengan tugas-tugas kepolisian.

Ahli menjabarkan bahwa pelayanan publik dalam struktur pemerintahan terbagi menjadi tiga kategori besar, Pertahanan, dilaksanakan oleh TNI, Pelayanan umum, dijalankan oleh kementerian, lembaga negara, serta pemerintah daerah, Ketertiban umum dan penegakan hukum, yang menjadi domain kepolisian.

Dengan mandat tersebut, Polri memainkan peran penting dalam menjaga keamanan, ketertiban, penegakan hukum, dan perlindungan masyarakat. Karena itu, jabatan sipil yang memiliki relevansi langsung dengan fungsi tersebut dapat ditempati oleh anggota Polri melalui mekanisme penugasan resmi dari Kapolri.

Lebih jauh, Dr. Indra menyoroti Pasal 14 Ayat (1) huruf k UU No. 22/2002 yang memuat frasa “tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Frasa ini secara prinsip membuka ruang bagi Polri untuk menjalankan fungsi tambahan di luar struktur organisasi internal Polri.

Menurutnya, putusan MK hanya menghapus penjelasan pasal yang dianggap menimbulkan multitafsir, namun tidak menghilangkan prinsip dasar bahwa anggota Polri dapat menjalankan tugas lain melalui mekanisme penugasan.

Pengaturan lebih lanjut tetap dapat dijabarkan melalui peraturan pemerintah, sesuai amanat Pasal 14 Ayat (2).

Dr. Indra menilai bahwa dalam situasi tertentu, pengisian jabatan sipil oleh anggota Polri justru memberikan keuntungan strategis bagi negara, khususnya apabila, jabatan tersebut memerlukan keahlian khusus dalam keamanan, investigasi, atau penegakan hukum, posisi tersebut melibatkan koordinasi lintas lembaga di bidang keamanan dan ketertiban; atau jabatan tersebut berkaitan langsung dengan pelayanan publik yang memerlukan kompetensi kepolisian.

Untuk memastikan penempatannya sesuai aturan, Dr. Indra menekankan tiga syarat utama, Jabatan sipil tersebut memiliki relevansi langsung dengan fungsi kepolisian, Penugasan dilakukan secara resmi oleh Kapolri, Pengaturannya tertuang jelas dalam peraturan perundang-undangan.

Dengan penjelasan tersebut, Dr. Indra menegaskan bahwa ruang bagi anggota Polri untuk menduduki jabatan sipil tetap terbuka, selama berada dalam koridor hukum dan kepentingan pelayanan publik. Putusan MK, menurutnya, justru memberikan peluang untuk memperjelas pengaturan agar lebih tegas, terarah, dan tidak menimbulkan multitafsir di kemudian hari.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *