Bentengi Anak Usia Dini dari Dampak Negatif Teknologi,150 Guru Ikuti Pelatihan Literasi Digital

TUBAN |  Suasana kantor MWC NU Palang, Tuban, tampak lebih ramai dari biasanya pada Selasa (18/11/2025). Sebanyak 150 guru Raudhatul Athfal (RA) berkumpul dengan satu tujuan memperkuat literasi digital agar mampu menjadi pelindung sekaligus pemandu bagi anak-anak usia dini di tengah derasnya arus teknologi.

Kegiatan yang digelar Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur bersama DPRD Provinsi Jawa Timur ini menyasar para pendidik RA karena merekalah penjaga awal tumbuh kembang generasi digital.

“Guru RA yang mendidik anak usia dini harus memahami betul bagaimana teknologi bekerja dan bagaimana mengarahkannya secara tepat. Banyak anak usia dua tahun sudah bermain handphone,” ujar Wakil Ketua Komisi A DPRD Jawa Timur, Budiono, yang hadir langsung membuka kegiatan.

Ia menekankan pentingnya pendampingan sejak dini. “Anak-anak sekarang sudah terbiasa menonton YouTube. Dengan pelatihan ini, kami ingin guru mampu mengalihkan penggunaan gadget pada aktivitas yang lebih edukatif dan interaktif,” tambahnya.

Budiono menilai guru RA memiliki peran strategis dalam mewarnai kebiasaan digital anak, beriringan dengan peran orang tua di rumah. Teknologi, katanya, bukan untuk dijauhkan, tetapi harus dikenalkan secara bijak, sesuai batasan dan kebutuhan pembelajaran.

Sementara itu, Kepala Dinas Kominfo, Statistik, dan Persandian Kabupaten Tuban, Arif Handoyo, menegaskan bahwa percepatan transformasi digital menuntut peningkatan kualitas literasi, khususnya bagi tenaga pendidik.

“Guru adalah garda terdepan menuju Indonesia Emas 2045. Karena itu, literasi digital bagi tenaga pendidik menjadi sangat krusial,” jelas Arif.

Ia juga mengungkapkan salah satu capaian penting Kabupaten Tuban: seluruh desa kini telah memiliki akses internet gratis.

“311 desa di Tuban sudah terhubung jaringan internet WiFi gratis. Ini menjadi pondasi penguatan literasi digital masyarakat,” ungkapnya.

Kepala Dinas Kominfo Jawa Timur, Sherlita Ratna Dewi Agustin, yang hadir secara virtual, menekankan bahwa pelatihan literasi digital aspiratif merupakan langkah bersama menciptakan ruang digital yang sehat dan aman.

“Data menunjukkan 72,6 persen masyarakat Indonesia mendapatkan informasi dari media sosial, lebih tinggi dibanding televisi atau portal berita,” paparnya.

Namun tingginya konsumsi media sosial itu, kata Sherlita, diiringi risiko besar: media sosial juga menjadi sumber hoaks paling banyak ditemukan, berdasarkan survei APJII.

“Kondisi ini menuntut masyarakat, termasuk guru RA, lebih cerdas dalam menggunakan teknologi digital, terutama media sosial,” tegasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *