SURABAYA | Di Jambangan, Surabaya, malam itu langit tampak berbeda. Ratusan titik cahaya dari drone membentuk konfigurasi artistik di angkasa, seolah menari menyambut kelahiran sebuah gagasan baru. Bukan sekadar peresmian gedung, tetapi tonggak lahirnya paradigma pendidikan pesantren masa depan: Pesantren Digipreneur Al Yasmin.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, berdiri di hadapan para santri, kiai, dan tokoh masyarakat. Senyumnya merekah, namun ucapannya tajam menjangkau langsung ke akar problematika zaman.
“Di era ketika teknologi dan AI bisa membuat kita ragu, pesantren inilah tempat santri belajar membedakan yang hak dan yang batil,” tuturnya. Sebuah pesan yang menegaskan bahwa ilmu agama dan kecakapan digital bukanlah dua kutub yang bertolak belakang, melainkan dua sayap yang harus terbang bersama.
Gedung Pesantren Digipreneur Al Yasmin yang baru diresmikan itu memang tak seperti pesantren pada umumnya. Di dalamnya, ruang-ruang kelas modern berdampingan dengan halaqah ilmu agama. Para santri belajar fikih dan tafsir, tetapi tak ragu membuka laptop untuk merancang desain grafis, membuat konten digital, atau menyusun strategi digital marketing.
Founder sekaligus pengasuh pesantren, Helmi M Noor, memiliki visi yang lebih jauh membentuk generasi santri yang bukan hanya saleh, tetapi juga adaptif generasi yang tak hanya membaca kitab, tetapi juga mampu membaca peluang di dunia digital yang terus bergerak.
“Santri di sini dididik agar hobi menjadi profesi, kreativitas menjadi penghasilan, dan ilmu menjadi cahaya yang relevan di era baru,” jelasnya.
Program “pesantren kilat digital” menjadi daya tarik tersendiri. Di sana, para peserta bisa belajar pertanian digital, advertising modern, hingga keterampilan sebagai konten kreator sebuah kurikulum yang biasanya ditemukan di startup, kini hadir di lingkungan pesantren.
Malam peresmian semakin bersejarah ketika Pesantren Digipreneur Al Yasmin meraih Rekor Dunia MURI atas konfigurasi drone show terbanyak. Penghargaan itu diserahkan secara simbolis kepada Gubernur Khofifah, sebelum akhirnya diberikan kepada sutradara pementasan drone, Kevin. Sorak tepuk tangan pecah, menyempurnakan suasana penuh kebanggaan.
Inovasi, kolaborasi, dan nilai-nilai keislaman tiga pilar itu menjadi fondasi pesantren ini berdiri. Dari Pagesangan Baru, sebuah pesantren kecil mengirim sinyal kuat ke seluruh Indonesia bahwa santri masa depan bukan hanya penjaga tradisi, tetapi juga pelopor inovasi.
Dan malam itu, di langit Surabaya, ratusan drone seakan menulis ulang masa depan pendidikan pesantren terang, kreatif, dan berakar kuat pada akhlak. (*)
