LUMAJANG | Di balik kabut yang menyelimuti lereng Gunung Semeru, tersimpan sebuah harta alam yang selama ini hanya dikenal oleh warga lokal. Batu-batu dengan kilau misterius disebut Watu Semeru, kini menjadi primadona baru di pasar seni internasional. Bukan semata karena warnanya yang eksotis, tetapi karena jejak sejarah vulkanik yang terpatri dalam tiap guratan.
Di sudut desa yang tenang, bunyi mesin gerinda berpadu dengan gemericik air. Di sanalah Jhony Kumato, pengrajin batu asal Lumajang, merawat dan memoles batu-batu yang ia sebut sebagai “potongan jiwa Semeru”.
“Setiap batu ini membawa cerita. Tidak ada dua batu yang sama,” ujarnya sambil memperlihatkan Badar Besi Semeru yang memancarkan kilau keperakan. Selain Badar Besi, Manik Gajah Semeru juga menjadi buruan kolektor dari luar negeri.
Jhony telah menekuni dunia batu sejak 2014, namun pamornya melesat setelah video-video proses pemolesan batu yang ia unggah di media sosial menjadi sorotan pada 2024. “Dari awalnya cuma lihat video, sekarang mereka datang langsung ke Lumajang,” ujarnya bangga.
Watu Semeru ditemukan di wilayah-wilayah yang mengelilingi sang gunung agung: Senduro, Tempursari, Pronojiwo, hingga Candipuro. Pola pada batu terbentuk dari panas, tekanan, dan proses vulkanik yang berlangsung ribuan tahun sesuatu yang tidak dapat diulang.
Kolektor dari Jepang, Amerika, hingga Eropa meyakini batu ini punya grounding energy, energi bumi yang dipercaya mampu menenangkan pikiran dan menyeimbangkan emosi. Namun bagi masyarakat Lumajang, nilai batu ini melampaui percaya atau tidak.
“Semeru itu sakral. Batu-batu ini bagian dari sejarahnya,” ujar Jhony.
Fenomena meningkatnya minat dunia terhadap Watu Semeru justru membangkitkan optimisme baru di Lumajang. Kerajinan batu kini muncul sebagai wajah pariwisata baru, melengkapi panorama alam dan budaya yang sudah lebih dulu dikenal.
Bengkel kecil Jhony pun kini menjadi tempat belajar bagi banyak pemuda. Mereka tak hanya memoles batu, tetapi juga memoles masa depan. “Kalau anak muda mau belajar, Lumajang bisa punya masa depan dari batu-batu ini,” katanya.
Melihat potensi ekonominya, pemerintah daerah mulai menyiapkan pendampingan bagi para pengrajin: mulai dari pelatihan desain, pengemasan kreatif, hingga pemasaran digital untuk menembus pasar global.
Tidak hanya itu, para peneliti geologi mulai menelusuri mineral dan pola kristal Watu Semeru sebagai rekam jejak aktivitas Semeru. Sementara seniman memandangnya sebagai karya alam yang tidak dapat ditiru.
Kini, di pameran seni internasional, nama Watu Semeru Lumajang, East Java mulai mencuri perhatian sebagai batu eksotis yang lahir dari energi bumi dan kreativitas manusia.
“Harapan saya sederhana,” kata Jhony, menutup percakapan, “Semoga Watu Semeru tidak hanya menjadi rezeki bagi kami, tapi juga mengharumkan nama Lumajang di mata dunia.” (*)
Sumber : Infopublik Editor : redaksi Min.co.id
