Hj.Nurhasanah : Dari Air Mata Doa, Tumbuh Niat Mengabdi

INDRAMAYU | Pagi itu, langit Santing tampak teduh, seperti ikut menunduk menyambut langkah seorang perempuan berhati tabah.

Dengan balutan kerudung sederhana dan senyum yang tak pernah lelah, Hj. Nurhasanah menapaki halaman kantor desa.

Bukan sekadar langkah administratif menuju verifikasi berkas bakal calon Kuwu, tapi langkah yang membawa getar doa doa yang mungkin sudah menembus langit Mekkah.

“Alhamdulillah, tidak ada beban sama sekali,” katanya lirih, seperti ucapan syukur yang lahir dari kedalaman jiwa.

Tak ada ambisi yang membebani, hanya ketulusan untuk mengabdi pada tanah yang telah membesarkannya.

Suasana yang biasanya kaku di ruang verifikasi berubah hangat. Setiap senyum, setiap pandang, seolah menjadi sapaan dari mereka yang diam-diam turut berharap.

Hj. Nurhasanah menjalani proses itu dengan ketenangan yang jarang ditemui dalam hiruk-pikuk politik desa.

Dan di balik ketenangan itu, ada rahasia lembut yang menenangkan hatinya.

“Mungkin doa anak saya yang sedang umrah di Tanah Suci,” ujarnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Kalimat itu menggantung di udara, memantulkan kisah seorang ibu yang tak pernah sendiri, karena setiap langkahnya ditemani doa dari kejauhan.

Dalam dirinya, doa bukan sekadar kata yang diucap, tapi napas perjuangan.

Ia percaya, kekuasaan sejati bukan hasil perebutan, melainkan titipan dari Yang Maha Kuasa.

Maka setiap gerak, setiap senyum, ia niatkan untuk membawa kesejukan bagi Desa Santing  desa yang kaya sawah, tapi haus sentuhan hati.

“Kalau Allah menghendaki, saya ingin nomor satu,” ucapnya sambil tertawa ringan.

Bukan karena ambisi, tapi karena keyakinan bahwa doa anak di Tanah Suci akan menuntun nomor itu seperti takdir yang datang tanpa dipaksa.

Hj. Nurhasanah dikenal bukan karena kata-kata besar, tapi karena kesederhanaannya yang menenangkan.

Ia hadir di setiap pengajian, mendengarkan lebih banyak daripada berbicara. Ia bukan sosok yang ingin diikuti karena pangkat, tapi karena ketulusan.

Kini, saat Indramayu bersiap menggelar pemilihan kuwu serentak, langkah Hj. Nurhasanah menjadi cermin bagi banyak perempuan desa  bahwa pengabdian bisa dimulai dari doa, bukan dari panggung.

Mungkin benar, kemenangan sejati bukan saat seseorang duduk di kursi kuwu, tapi ketika ia mampu membuat rakyatnya merasa didoakan.

Dan di wajah Hj. Nurhasanah, harapan itu tampak begitu nyata.(*)

 

Kembali

Pesan Anda telah terkirim

Peringatan
Peringatan
Peringatan
Peringatan

Peringatan.

Kembali

Pesan Anda telah terkirim

Peringatan
Peringatan
Peringatan
Peringatan

Peringatan.

Kembali

Pesan Anda telah terkirim

Peringatan
Peringatan
Peringatan
Peringatan

Peringatan.

 

Kembali

Pesan Anda telah terkirim

Peringatan
Peringatan
Peringatan
Peringatan

Peringatan.

. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *