Sentuh Tanahku: Saat Negara Hadir di Genggaman, Bukan di Antrean

JAKARTA |  Di masa lalu, mengurus tanah sering kali identik dengan map cokelat tebal, antrean panjang, dan waktu tunggu yang tak pasti. Kini, pemandangan itu perlahan memudar.

Di era digitalisasi pelayanan publik, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menghadirkan wajah baru pertanahan Indonesia melalui aplikasi Sentuh Tanahku  inovasi yang membuat masyarakat bisa “menyentuh” hak miliknya hanya lewat layar ponsel.

Ratna (43), seorang pemasar properti di Kabupaten Tangerang, merasakan langsung perubahan itu. “Dulu kalau calon pembeli ragu, kami harus ke kantor BPN, antre, isi formulir, lalu tunggu berhari-hari. Sekarang tinggal buka aplikasi, sertipikat langsung tampil,” ujarnya dengan mata berbinar.

Bagi Ratna, Sentuh Tanahku bukan sekadar aplikasi, tapi jembatan kepercayaan antara masyarakat dan negara. “Pelayanan publik bukan cuma soal administrasi, tapi soal rasa aman. Sekarang saya merasa negara benar-benar hadir,” katanya.

Aplikasi ini memungkinkan pengguna memeriksa keabsahan sertipikat tanah, memantau peta digital bidang tanah, hingga memastikan status hak milik. Semua data bersumber langsung dari sistem pertanahan nasional ATR/BPN.

Transformasi ini selaras dengan semangat Asta Cita pemerintahan  pelayanan publik yang cepat, mudah, dan berkeadilan. Melalui digitalisasi pertanahan, negara tak lagi hanya melayani lewat loket, tetapi lewat genggaman.

“Kalau di bank kita lihat saldo, di sini kita lihat aset tanah,” ujar Muhammad Rifano, pengguna lain yang ditemui di pameran Livin Festival, PIK 2, Banten. “Semua data tersimpan aman dan bisa diakses kapan pun. Rasanya seperti punya mobile banking untuk tanah.”

Manfaatnya tak hanya dirasakan individu. Pemerintah daerah kini lebih mudah memetakan ulang aset tanah masyarakat, mengurangi tumpang tindih lahan, dan memperkuat tata ruang berkelanjutan.

ATR/BPN terus menyempurnakan sistem keamanan dan menambah fitur interaktif agar layanan ini kian inklusif dan bebas pungli. Digitalisasi ini juga menumbuhkan kesadaran hukum baru di masyarakat: pentingnya legalitas sebelum transaksi.

Ratna tersenyum sambil menatap peta digital di ponselnya. Titik-titik biru yang mewakili bidang tanah kini bukan sekadar data, tapi simbol kehadiran negara yang melindungi hak warganya.

“Pelayanan publik terbaik,” katanya pelan, “adalah yang membuat masyarakat tenang tanpa harus menunggu lama.”(*)

Sumber : indonesia                                                                                                                    Editor    : Redaksi min.co.id

Komentar

News Feed