JKARTA | Gula, si pemanis kehidupan, ternyata bisa jadi musuh tersembunyi bagi tubuh. Dari es teh manis di warung makan hingga minuman kekinian berlapis krim, gula begitu mudah menyelinap dalam keseharian banyak orang Indonesia. Namun, apa jadinya jika kamu memutuskan untuk berhenti meneguk manisnya gula cair itu?
Dokter spesialis gizi dari RS Melinda Bandung, dr. Johanes Casay Chandrawinata, mengatakan bahwa tubuh manusia mulai menunjukkan perubahan positif hanya beberapa hari setelah mengurangi asupan gula dari minuman manis.
“Tubuh akan terasa lebih segar dan sehat karena asupan gula dari minuman manis ini berkurang,” ujarnya, dikutip dari CNNIndonesia.com, Rabu (27/8/25).
Meski begitu, prosesnya tidak selalu nyaman. Dalam beberapa hari pertama, tubuh bisa terasa lemas, kepala sedikit pusing, bahkan mood menjadi kurang stabil. Ini wajar tubuh sedang belajar untuk tidak lagi bergantung pada energi instan dari gula.
“Bukan berarti orang tersebut kekurangan gula darah, karena tubuh yang sehat menjaga ketat kadar gula darah dalam batas normal,” tambah Johanes menegaskan.
Setelah melewati masa adaptasi selama 7 hingga 10 hari, keajaiban mulai terasa. Energi menjadi lebih stabil, konsentrasi meningkat, dan tubuh terasa lebih ringan. Tak ada lagi lonjakan energi sesaat yang diikuti rasa lelah berlebihan—tanda khas dari efek gula berlebih.
Lebih dari sekadar soal energi, berhenti dari minuman manis juga berdampak besar pada kesehatan jantung dan pembuluh darah. Kadar trigliserida dalam darah menurun, menekan risiko stroke, serangan jantung, dan gangguan kardiovaskular lainnya.
Di sisi lain, tubuh perlahan kembali ke keseimbangannya yang alami. Kulit tampak lebih cerah, kualitas tidur membaik, dan berat badan lebih mudah dikendalikan.
Mungkin, berhenti minum manis memang tidak semanis rasanya. Tapi ketika tubuh mulai membalas dengan kebugaran dan vitalitas baru, kamu akan tahu: keputusan itu sepadan.(*)