SURABAYA | Senyum seorang ibu di Kelurahan Tanah Kali Kedinding, Kecamatan Kenjeran, akhirnya merekah lega. Anak perempuannya yang semula hanya bisa bermimpi untuk masuk TK, kini resmi bersekolah berkat respons cepat Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Kisah itu bermula saat ia menghadiri Kelas Parenting Orang Tua Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) RW pada Rabu (10/9/2025). Di hadapan Ketua Bunda PAUD Kota Surabaya, Rini Indriyani, sang ibu mengaku tak mampu membiayai pendidikan anaknya.
“Anak saya ingin sekolah, Bu… tapi kami tidak punya biaya,” ucapnya dengan suara lirih.
Rini pun langsung berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya. Tak menunggu lama, pihak Dispendik menghubungi TK Al-Amin yang lokasinya dekat rumah sang ibu. Hasilnya, sekolah itu membuka pintu lebar-lebar: anak tersebut diterima dengan gratis.
“Ini bukti nyata bahwa kolaborasi pemerintah dan sekolah di Surabaya bisa menghapuskan hambatan biaya. Tidak boleh ada anak yang gagal sekolah hanya karena keterbatasan ekonomi,” ujar Rini dengan mata berkaca-kaca.
Momen haru itu sekaligus menegaskan komitmen Surabaya melalui Gerakan Wajib Belajar 13 Tahun, yang menambahkan satu tahun pra-sekolah dalam pendidikan dasar.
Menurut Rini, pra-sekolah bukan sekadar bermain, melainkan wadah penting untuk membentuk kemandirian, disiplin, serta karakter anak sebelum masuk SD.
“Anak yang tidak melewati pra-sekolah biasanya kurang siap secara mental dan sosial. Karena itu, Surabaya memastikan setiap anak usia 5–6 tahun harus mengenyam pendidikan ini,” tegasnya.
Untuk memastikan seluruh anak terjangkau, Pemkot Surabaya mengintegrasikan pendataan lewat aplikasi Si Bunda. Melalui aplikasi ini, Bunda PAUD kelurahan dan kecamatan mendata anak-anak usia pra-sekolah, memverifikasi administrasi, serta mencari tahu alasan mereka belum bersekolah.
Kepala Dispendik Kota Surabaya, Yusuf Masruh, menegaskan pihaknya siap turun tangan kapan saja. “Setiap masalah berbeda. Ada yang terkendala biaya, ada yang enggan sekolah, ada juga yang bermasalah dengan data kependudukan. Semua kami tangani sesuai kebutuhan,” jelasnya.
Bagi sang ibu di Tanah Kali Kedinding, kebijakan ini bukan sekadar program di atas kertas. Ia telah merasakan langsung dampaknya. Anak perempuannya kini bisa memakai seragam TK, membawa tas kecil, dan melangkah riang ke sekolah.
“Terima kasih, Bu. Sekarang anak saya bisa sekolah,” ujarnya, dengan suara bergetar menahan haru.
Bagi Pemkot Surabaya, kisah ini adalah pengingat sekaligus penguat tekad: pendidikan pra-sekolah adalah hak, bukan pilihan. Tidak ada anak Surabaya yang boleh tertinggal. (*)
Sumber : Kominfo Jatim Editor : Redaksi










Komentar