Sentul | Langit Sentul terasa berbeda pagi itu. Suara lantang hitungan mundur menggema di ruang Stasiun Bumi Satelit Amatir (SBSA) Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI). Detik demi detik menghentak jantung para kadet, dosen, dan petinggi Unhan.
Pukul 04.26 WIB, Selasa (24/6/2025), roket Falcon 9 milik SpaceX melesat dari Vandenberg, California, Amerika Serikat. Di dalamnya, terselip sebuah mimpi anak bangsa: RIDU-Sat 1, satelit nano buatan kadet Unhan RI.
“Ini bukan sekadar peluncuran satelit. Ini peluncuran harapan,” ujar Rektor Unhan RI, Letjen TNI (Purn) Dr. Anton Nugroho, dengan suara bergetar menahan haru.
RIDU-Sat 1 adalah buah perjalanan panjang yang dimulai sejak 2023. Dalam program penguatan sumber daya manusia pertahanan yang digagas Presiden Prabowo Subianto saat masih menjabat Menteri Pertahanan, para kadet ditempa bukan hanya dengan teori, tetapi juga praktik langsung di level internasional.
Bersama Berlin Nanosatelliten Allianz (BNA) di Jerman, mereka merakit, menguji, dan memastikan setiap kabel hingga baut satelit terpasang sempurna. Satelit mungil berukuran 10 x 10 x 11,3 cm itu kini resmi mengorbit di ketinggian 519 km.
Meski kecil, RIDU-Sat 1 memikul tugas besar: memperkuat sistem komunikasi darurat Indonesia. Dengan teknologi Automatic Packet Reporting System (APRS), satelit ini bisa membantu daerah terpencil dan wilayah bencana yang kerap kehilangan sinyal komunikasi.
“Kalau terjadi bencana di pelosok, sinyal hilang, satelit ini bisa membantu mengirimkan informasi penting,” jelas Mayor Chk (K) Rahmawati, dosen pembimbing program RIDU-Sat.
Keberhasilan ini menandai lompatan besar. Jika dulu mahasiswa Indonesia hanya bisa menumpang program satelit luar negeri, kini mereka telah meluncurkan satelit yang dirancang, dirakit, dan dikendalikan sendiri dari tanah air.
Peluncuran RIDU-Sat 1 masuk dalam misi Transporter-14 Rideshare, bersama 71 satelit lain. Tepat pukul 05.16 WIB, satelit dilepaskan dari dispenser ke orbit.
Namun, sesuai protokol, RIDU-Sat 1 harus melewati fase radio silent selama tiga jam untuk stabilisasi. Waktu seolah berjalan lambat di ruang kendali SBSA, Sentul. Semua menanti kontak perdana yang diperkirakan pukul 12.00 WIB.
Begitu sinyal pertama tertangkap, suasana pecah. Tangis, sorak, dan pelukan mewarnai ruangan.
“Komunikasi pertama sukses! Satelit kita hidup!” teriak Kadet Ahmad Faisal, pemimpin tim ground station, dengan mata berbinar.
Keberhasilan RIDU-Sat 1 adalah hasil kolaborasi Unhan RI, Kementerian Pertahanan RI, BRIN, Berlin Nanosatelliten Allianz, serta komunitas Amatir Satelit Indonesia (AMSAT-ID). Bahkan, 35 ground station radio amatir di seluruh Indonesia turut memantau dan menyambut sinyal perdana satelit ini.
Menurut Menhan Sjafrie Sjamsoedin, program RIDU-Sat adalah wujud nyata dukungan Kemhan untuk memperkuat penguasaan teknologi strategis bangsa.
“Ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan penguatan SDM STEM sebagai prioritas pertahanan jangka panjang,” ungkapnya.
Sebelumnya, Indonesia sudah meluncurkan satelit nano dari kampus seperti Linusat-1 (2011) dan Surya Satellite-1 (2022). Namun, untuk pertama kalinya, sebuah universitas pertahanan menjadi operator satelit nano dengan ground station sendiri.
Unhan RI memastikan RIDU-Sat 1 hanyalah awal. Roadmap satelit berikutnya telah disiapkan, dengan fokus pada komunikasi militer dan pemantauan maritim.
“Kami tidak berhenti di sini. Kami ingin Indonesia mandiri dalam teknologi satelit,” tegas Letjen (Purn) Anton Nugroho.
Bagi kadet yang terlibat, RIDU-Sat 1 adalah simbol keyakinan.
“Ini mimpi kami yang terbang,” ujar Kadet Ahmad Faisal dengan mata berkaca-kaca.
Harapannya sederhana: agar generasi muda Indonesia berani bermimpi besar, bekerja keras, dan membuktikan kemampuan.
Hari itu, dari langit Sentul hingga orbit bumi, sejarah baru ditulis. RIDU-Sat 1 bukan hanya satelit, melainkan bukti bahwa anak bangsa mampu menembus langit dengan karya sendiri.(*)
Sumber : ind.go.id Editor : Min.co.id










Komentar