Indramayu | Isu perlindungan pekerja migran kembali menjadi perhatian serius di Kabupaten Indramayu. Wakil Bupati Indramayu, Syaefudin, menerima audiensi dari Migrant Care yang konsentrasi pada advokasi pekerja migran, di ruang kerjanya, Jumat (22/8).
Dalam pertemuan tersebut, Migrant Care memaparkan sejumlah temuan lapangan dari hasil survei di sembilan desa. Leli, staf program Migrant Care, mengungkapkan masih banyak persoalan yang dihadapi Pekerja Migran Indonesia (PMI) maupun purna migran.
Menurut Leli, salah satu masalah utama adalah ketidakjelasan jaminan sosial bagi PMI.
“Pada tahun 2022 dan 2024, PMI tidak terjamin dalam jaminan sosial. Bahkan, banyak keluarga PMI juga tidak terdata sebagai penerima. Kondisi ini memperburuk kerentanan ekonomi mereka,” jelasnya.
Selain itu, Leli menyoroti keberlanjutan usaha purna migran. Banyak purna PMI yang sempat membuka usaha setelah kepulangan, namun berhenti di tahun berikutnya karena terbatasnya akses modal.
“Akhirnya, sebagian memilih kembali bekerja ke luar negeri karena takut berutang ke bank,” tambahnya.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Migrant Care mendorong Pemkab Indramayu memberikan dukungan modal usaha dan memperkuat Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) di desa-desa. PPT ini dilengkapi fitur input data migrasi dan pengaduan kasus, dan diharapkan bisa menjadi role model bagi desa-desa lain di Indramayu.
Wakil Bupati Indramayu, Syaefudin, menyambut baik usulan Migrant Care. Menurutnya, pemerintah daerah berkomitmen memperkuat perlindungan pekerja migran, mulai dari pra-keberangkatan, masa bekerja, hingga kembali ke tanah air.
“Kami memahami tidak semua PMI pulang dalam keadaan sukses. Pemda harus hadir, baik dalam perlindungan, permodalan usaha, maupun penanganan kasus. Pemda juga akan menjadi jembatan antara perbankan dengan purna PMI agar mereka bisa mandiri,” ujar Syaefudin.
Ia juga menekankan perlunya pengawasan ketat terhadap agen penyalur tenaga kerja agar tidak terjadi penyimpangan yang merugikan masyarakat.
Kepala Disnaker Indramayu, Endang Ismiati, yang hadir dalam audiensi, menegaskan bahwa isu pekerja migran melibatkan lintas sektor.
“Selain jaminan sosial, kami juga memperhatikan tumbuh kembang anak-anak yang ditinggalkan orang tuanya bekerja di luar negeri. Untuk purna PMI, kami siapkan pelatihan, pemberdayaan, hingga rehabilitasi sosial. Kendala pemasaran juga kami tindaklanjuti bersama Diskopdagin,” paparnya.
Endang memaparkan, hingga Agustus 2025, Disnaker menerima 38 pengaduan kasus pekerja migran, dengan 27 di antaranya sudah ditangani. Sisanya masih dalam proses. Sosialisasi migrasi aman terus digencarkan agar masyarakat berangkat secara prosedural dan terhindar dari praktik perdagangan orang (TPPO).
Dalam kesempatan tersebut, Migrant Care menyerahkan hasil survei dan contoh implementasi desa migrasi aman di Desa Juntinyuat kepada Wakil Bupati.
Dengan adanya sinergi antara Migrant Care dan Pemkab Indramayu, diharapkan ke depan pekerja migran dan purna migran tidak hanya terlindungi secara hukum dan sosial, tetapi juga mampu mandiri secara ekonomi tanpa harus kembali bekerja ke luar negeri. (*)







Komentar