Jawa Tengah | Siapa sangka minyak goreng bekas bisa menyulap kehidupan warga? Di Kabupaten Batang, inovasi ramah lingkungan bertajuk “Minyak Jelantah Jadi Rupiah” resmi diluncurkan Rabu (11/6/2025), menandai langkah berani dalam menciptakan ekonomi hijau berbasis komunitas.
Inisiatif ini lahir dari kolaborasi antara Tim Penggerak PKK Kabupaten Batang dan PT Gapura Mas Lestari (GML), perusahaan pengolahan limbah yang berpengalaman mengubah jelantah menjadi bahan bakar berstandar ekspor. Program ini tidak hanya mengubah limbah rumah tangga menjadi uang, tetapi juga menyulap kesadaran lingkungan menjadi budaya kolektif.
Ketua TP PKK Batang, Faelasufa Faiz, menjelaskan bahwa program telah berjalan di dua kecamatan pilot, yakni Tulis dan Kandeman, yang memiliki bank sampah aktif. Warga diajak untuk tidak membuang jelantah sembarangan, tetapi mengumpulkannya untuk dijual ke PT GML dengan harga Rp7.000 per kilogram.
“Kami sudah kumpulkan sekitar 1.000 kilogram. Keuntungannya kami bagi antara kas PKK dan warga pengumpul. Ini semangat gotong royong dalam bentuk nyata,” kata Faelasufa.
Jika hasilnya menggembirakan, program ini akan diperluas ke seluruh 15 kecamatan di Batang mulai tahun 2026.
PT GML tak main-main. Minyak jelantah yang dikumpulkan akan diolah menjadi biofuel berkualitas tinggi, bahkan untuk kebutuhan bioavtur, bahan bakar ramah lingkungan untuk pesawat terbang. Teknologi penyaringannya mampu menurunkan kandungan kotoran dari 2% menjadi 0,2%, menjadikan produk olahan jelantah ini layak ekspor.
CEO PT GML, Heru Fidiyanto, menyebut program ini sebagai bentuk nyata dari keterlibatan rakyat dalam revolusi energi bersih.
“Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi cara kita menjaga bumi. Kalau bisa diimplementasikan secara nasional, dampaknya akan luar biasa,” ujarnya.
PT GML sendiri telah bermitra dengan sejumlah brand besar seperti Sushi Tei, A&W, Hoka-Hoka Bento, Boga Group, Dua Kelinci, hingga jaringan hotel ternama di Indonesia.
Respon masyarakat begitu menggembirakan. Di Desa Beji, misalnya, para ibu rumah tangga kini tak lagi bingung harus membuang minyak bekas ke mana. Ana dan Sri, dua warga setempat, rutin menyetor jelantah dan merasakan langsung manfaatnya.
“Dulu minyak bekas dibuang aja. Sekarang bisa buat nambah uang belanja,” ucap Ana sembari tersenyum.
Sementara itu, anggota PKK Kecamatan Tulis, Sofi Minarni, mengaku dalam dua pekan terakhir mereka berhasil mengumpulkan 40 kilogram minyak jelantah dari warga.
“Ini bukan sekadar penghasilan tambahan, tapi langkah kecil menuju perubahan besar. Kami jadi lebih sadar soal lingkungan,” ujarnya bangga.
Program “Minyak Jelantah Jadi Rupiah” membuktikan bahwa inovasi besar bisa lahir dari dapur rumah tangga. Jika terus dikembangkan, Batang berpotensi menjadi ikon nasional gerakan ekonomi hijau berbasis komunitas, di mana semangat keberlanjutan, pemberdayaan, dan nasionalisme ekologis berpadu dalam harmoni.
Dengan jelantah sebagai bahan bakarnya, Kabupaten Batang menyalakan api perubahan. Dan perubahan itu kini menyala dari rumah ke rumah, dari kecamatan ke kecamatan.(*)