Empat Komisioner Bawaslu Indramayu Disanksi DKPP, Terbukti Langgar Etik Pilkada

Indramayu | Integritas pengawasan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Indramayu 2024 tercoreng. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) resmi menjatuhkan sanksi peringatan kepada empat komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, karena dinilai lalai dan tidak profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu.

Putusan ini dibacakan dalam sidang terbuka oleh Majelis Hakim DKPP di Jakarta, Selasa, 15 Juli 2025, atas perkara yang teregister dengan nomor: 19-PKE-DKPP/I/2025. Keputusan ini sekaligus menutup seluruh rangkaian pengaduan yang diajukan oleh Ihsan Mahfudz, Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Indramayu, terkait dugaan pembiaran pelanggaran alat peraga kampanye oleh para komisioner tersebut.

Empat komisioner yang dijatuhi sanksi yakni, Ahmad Tabroni (Ketua Bawaslu Indramayu, Teradu I), Ivan Sagito (Anggota Bawaslu, Teradu II), Supriyadi (Anggota Bawaslu, Teradu IV), Mohamad Saprudin (Anggota Bawaslu, Teradu V)

Sementara satu komisioner, Dede Irawan (Teradu III), dinyatakan tidak bersalah dan direhabilitasi nama baiknya oleh DKPP.

Dalam amar putusannya, DKPP menilai Ahmad Tabroni, Ivan Sagito, dan Supriyadi terbukti tidak profesional dan tidak cermat dalam menjalankan kewenangannya mengawasi atribut alat peraga bergambar Bupati Indramayu petahana yang terpampang di berbagai fasilitas pemerintah dan kendaraan dinas. Padahal, berdasarkan ketentuan perundang-undangan, mereka memiliki kewenangan penuh untuk memberikan imbauan atau rekomendasi penertiban sejak awal.

Bahkan, Mohamad Saprudin dijatuhi peringatan keras karena dinilai paling berat abai terhadap tugasnya.

Ketua Majelis Hakim DKPP, Heddy Lugito, menegaskan dalam sidang bahwa tindakan para teradu telah melanggar berbagai aturan etik penyelenggara pemilu, khususnya Pasal 6, Pasal 11, Pasal 13, dan Pasal 15 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu.

“Putusan ini sekaligus bentuk teguran keras agar pengawasan pemilu ke depan benar-benar dijalankan secara profesional, akuntabel, dan transparan, demi menjaga kepercayaan publik,” ujar Heddy Lugito.

Kasus ini bermula dari adanya sejumlah spanduk, baliho, dan stiker bergambar Bupati Indramayu petahana yang tersebar di fasilitas pemerintah dan mobil dinas sepanjang tahapan Pilkada 2024. Namun Bawaslu Indramayu terkesan membiarkan keberadaan alat peraga tersebut tanpa upaya pencegahan ataupun teguran kepada pihak terkait.

Hal ini memicu aksi warga dan saksi pengadu, Karyana dan Florentino Sadipun, yang secara spontan menurunkan baliho tersebut karena menganggap Bawaslu tidak bertindak. Aksi ini kemudian berujung laporan polisi oleh Kepala Dinas Kesehatan Indramayu, namun hingga kini perkara tersebut belum dihentikan (SP3).

Menurut Ihsan Mahfudz, laporan ke DKPP ini semata demi membuktikan bahwa Bawaslu Indramayu tidak menjalankan tugas sesuai kewenangan hukum yang dimilikinya, sebagaimana diatur dalam Pasal 22B huruf c UU No. 10 Tahun 2016 dan Perbawaslu 3/2022.

DKPP menilai dalil pembelaan para komisioner yang menyatakan “tidak memiliki dasar hukum” untuk menertibkan alat peraga tersebut sebagai alasan yang tidak dibenarkan secara hukum maupun etika. Tindakan pasif mereka justru mencoreng citra lembaga dan menciptakan ruang abu-abu yang memicu ketidakpercayaan publik.

“Akibat kelalaian tersebut, telah terjadi tindakan anarkis berupa penurunan baliho oleh masyarakat. Padahal, ini bisa dicegah jika Bawaslu Indramayu menjalankan tugas dengan sense of responsibility yang benar,” tegas DKPP.

Putusan DKPP ini menjadi peringatan keras bagi seluruh penyelenggara pemilu, khususnya Bawaslu di daerah, agar tak main-main dalam menegakkan aturan demi menjaga marwah demokrasi. DKPP juga memerintahkan Bawaslu RI untuk melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan putusan ini dalam waktu tujuh hari sejak dibacakan.

Ihsan Mahfudz menyambut baik putusan ini sebagai kemenangan moral.

“Ini bukan soal saya pribadi, tapi soal keadilan bagi demokrasi. Jangan ada lagi penyelenggara pemilu yang bersembunyi di balik dalih hukum untuk melindungi kekuasaan petahana,” pungkasnya.(*)

Komentar

News Feed