Magang di Taiwan, Mahasiswi Unair Ini Teliti Mikroplastik dan Belajar Bertahan di Negeri Orang

Taiwan |Sharon Audrey Evangeline, mahasiswi Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Airlangga (Unair), menorehkan prestasi membanggakan dengan lolos program Taiwan Experience Education Program (TEEP). Melalui program ini, Sharon menjalani magang selama tiga bulan di Department of Environmental Engineering, Chung Yuan Christian University (CYCU), Taiwan.

Tak sekadar pengalaman akademik, keikutsertaan Sharon di TEEP juga merupakan pijakan awal dalam mewujudkan mimpinya melanjutkan studi S2 di luar negeri.

“Motivasiku ikut internship ini karena ingin merasakan langsung kehidupan di sini sebelum benar-benar lanjut kuliah. Sekalian menambah wawasan dan pengalaman riset di bidang lingkungan,” jelasnya dalam rilis resmi Unair, Selasa (1/7/2025).

Pilihan Taiwan bukan tanpa alasan. Bagi Sharon, Taiwan merupakan negara dengan teknologi pengolahan mikroplastik yang sudah sangat maju, sehingga menjadi tempat yang tepat untuk memperdalam isu yang selama ini ia tekuni.

“Penelitianku fokus pada menghitung jumlah mikroplastik dalam sampel udara, khususnya saat terjadi fenomena typhoon. Ini studi menarik yang sangat relevan dengan isu lingkungan global,” ungkapnya.

Pertemuannya dengan CYCU bermula dari kerja sama antara kampus tersebut dan Unair, termasuk peluang beasiswa master bagi mahasiswa Unair. Kesempatan emas ini pun dimanfaatkannya untuk menjelajahi dunia akademik internasional.

Sharon mengaku lingkungan riset di Taiwan sangat mendukung. Ia diberikan kebebasan untuk melakukan riset di laboratorium selama 24 jam penuh, bahkan saat akhir pekan. Tapi semua itu disertai tanggung jawab yang tinggi dari setiap mahasiswa.

“Di sini mahasiswa diberi kepercayaan penuh, tapi mereka juga sangat disiplin dan bertanggung jawab terhadap riset mereka,” katanya.

Tak hanya memperkaya ilmu, Sharon juga mendapat pelajaran hidup berharga: belajar bertahan, menyesuaikan diri, mengatur keuangan, hingga belajar bahasa lokal. Ia menyadari bahwa tak banyak warga lokal yang fasih berbahasa Inggris, sehingga ia pun mulai belajar Bahasa Mandarin agar bisa berinteraksi lebih baik.

“Pengalaman paling penting adalah belajar how to survive. Kita harus fleksibel, sopan, dan tahu aturan. Tantangan ini bikin aku lebih mandiri,” tambahnya.

Sebagai penutup, Sharon memberikan pesan kuat kepada generasi muda:

“Just try it. Kita nggak akan pernah benar-benar siap kalau terus menunggu. Keluar dari zona nyaman adalah satu-satunya cara untuk tumbuh dan berkembang.”(*)

Komentar

News Feed