Jakarta |Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah mendalami putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan jadwal pemilu nasional dan daerah dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan. Langkah ini diambil untuk memahami dampak menyeluruh dari keputusan tersebut terhadap regulasi, pembiayaan, dan teknis penyelenggaraan pemilu.
Hal itu disampaikan Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri, Bahtiar, dalam keterangan resmi pada Sabtu (28/6/2025). Ia menyebut, Kemendagri akan segera meminta masukan dari para pakar dan ahli guna memperoleh perspektif komprehensif.
“Kami akan membahas dampak putusan MK ini baik dari sisi regulasi, skema pembiayaan, hingga teknis pelaksanaan, termasuk implikasinya terhadap UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Pemerintahan Daerah,” tegas Bahtiar.
Menurutnya, putusan ini membuka babak baru dalam tata kelola pemilu di Indonesia. Oleh karena itu, komunikasi intensif akan dilakukan dengan penyelenggara pemilu, kementerian/lembaga terkait, serta DPR sebagai pembentuk undang-undang.
Sebagai tindak lanjut, Kemendagri akan menyusun skema penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal yang lebih efektif dan efisien, namun tetap menjaga kualitas demokrasi.
“Kami ingin memastikan bahwa pemisahan waktu ini betul-betul menciptakan tata kelola pemilu yang lebih baik. Perencanaan yang matang harus disiapkan, baik dari sisi teknis maupun anggaran,” tambah Bahtiar.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) atas Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
MK menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat jika ke depan tidak dimaknai bahwa:
“Pemilu nasional untuk memilih DPR, DPD, serta presiden/wakil presiden dilaksanakan terlebih dahulu, dan paling cepat dua tahun serta paling lama dua tahun enam bulan setelahnya, barulah dilaksanakan pemilu daerah untuk memilih DPRD provinsi/kabupaten/kota serta kepala daerah.”
Amar putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 dibacakan langsung oleh Ketua MK Suhartoyo pada Kamis (26/6/2025) di Ruang Sidang Pleno MK.
Putusan ini menandai perubahan besar dalam format penyelenggaraan pemilu Indonesia yang sebelumnya dilakukan secara serentak. Dampaknya tidak hanya pada jadwal, tetapi juga akan memengaruhi perencanaan anggaran, kesiapan SDM, serta penyesuaian regulasi teknis lainnya.
Pemerintah pun kini bersiap mengantisipasi perubahan besar ini agar tidak menimbulkan kebingungan atau hambatan dalam proses demokrasi ke depan.(*)










Komentar