Min.co.id ~ Bandung ~ Rencana besar lima tahunan Jawa Barat kini tengah dirancang, tapi suara rakyat justru nyaris tak terdengar. Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama DPRD kini tengah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029, dokumen penting yang akan menjadi arah pembangunan bagi lebih dari 51 juta penduduk Jawa Barat dalam lima tahun ke depan.
Namun, proses penyusunannya justru menuai kritik tajam dari masyarakat sipil. Dadan Ramdan, Sekretaris Jenderal Perkumpulan INISIATIF, menyuarakan keprihatinan terhadap minimnya ruang partisipasi publik dalam penyusunan dokumen strategis ini.
“Pemerintah tidak cukup hanya menyusun rencana di balik meja. Rakyat harus diajak bicara sejak awal, karena merekalah yang tahu betul persoalan di lapangan,” tegas Dadan dalam keterangannya, Jumat (20/6/2025).
RPJMD Jawa Barat 2025–2029 wajib mengacu pada sejumlah dokumen penting, RPJPD Jawa Barat 2025–2045, RPJMN 2024–2029, RPJPN 2025–2045
Serta selaras dengan visi-misi “Jabar Istimewa: Lembur Diurus, Kota Ditata” milik Gubernur-Wakil Gubernur terpilih Dedi Mulyadi – Erwan Setiawan.
Dokumen RPJMD ini akan menentukan visi, misi, arah kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di berbagai sektor—dari kota hingga pelosok desa, dari pendidikan, lingkungan, hingga ketahanan pangan.
Namun ironisnya, menurut Dadan, proses penyusunan dokumen ini nyaris eksklusif dan tertutup.
Pemprov Jabar memang telah menggelar Forum Konsultasi Publik (Maret 2025) dan Musrenbang RPJMD (Mei 2025). Namun, menurut Dadan, pelibatan masyarakat dalam dua agenda ini hanya bersifat formal dan tidak menyentuh substansi.
“Forum itu lebih banyak seremoni. Hampir tidak ada pembahasan mendalam soal isi RPJMD, apalagi dialog yang benar-benar menyerap aspirasi masyarakat,” ujar Dadan.
Organisasi masyarakat sipil yang selama ini aktif dalam pembangunan nyatanya tak banyak dilibatkan, padahal menurut Dadan, mereka memiliki data, pengalaman, dan pemahaman yang bisa memperkuat kualitas dokumen RPJMD.
Mengacu pada UU No. 25 Tahun 2004 dan UU No. 23 Tahun 2014, pemerintah daerah wajib melibatkan publik secara luas dalam penyusunan perencanaan pembangunan. Dadan menekankan bahwa masyarakat bukan sekadar objek, melainkan subjek pembangunan yang harus dilibatkan sejak penyusunan awal, bukan saat draf akhir hendak disahkan.
“Pak Dedi memang punya jam terbang tinggi dalam birokrasi. Tapi bukan berarti beliau tahu seluruh kebutuhan masyarakat. Yang paling tahu adalah masyarakat itu sendiri,” katanya.
Kini draf RPJMD sudah berada di tangan DPRD Jawa Barat. Dadan menyerukan agar Panitia Khusus (Pansus) RPJMD DPRD membuka ruang aspirasi dan diskusi publik.
“DPRD jangan sekadar jadi tukang sahkan. Fungsi utama mereka adalah sebagai penyalur suara rakyat. Jadi, buka ruang dialog, undang masyarakat, dengarkan mereka,” tegas Dadan.
Ia mengingatkan, keputusan pembangunan lima tahun ke depan tak bisa hanya ditentukan dari satu arah. Jika RPJMD tak menyerap aspirasi rakyat, maka program sebesar apa pun bisa melenceng dari kebutuhan riil masyarakat.
Dadan menutup dengan ajakan moral kepada Gubernur Dedi Mulyadi untuk mewujudkan semangat “Jabar Istimewa” bukan hanya dalam slogan, tapi dalam tindakan nyata: membuka ruang musyawarah rakyat.
“Kalau ingin mengurus rakyat, maka dengarkan dulu mereka. Pembangunan bukan hanya soal angka di atas kertas, tapi rasa dan suara dari masyarakatnya sendiri,” pungkasnya.(*)
*Dadan Ramdan (Sekjend Perkumpulan INISIATIF)