Nasi Kucing: Kuliner Sederhana yang Tak Lekang oleh Waktu

Min.co.id ~ Yoyakarta ~ Di tengah hiruk-pikuk kota, di sudut angkringan yang hangat, tersaji sebuah kuliner sederhana namun sarat makna: nasi kucing. Makanan khas Yogyakarta, Semarang, dan Surakarta ini bukan sekadar hidangan, melainkan sebuah simbol keakraban, kebersahajaan, dan budaya kuliner rakyat yang telah bertahan selama puluhan tahun.

Nama nasi kucing mungkin terdengar unik dan menggelitik. Namun, bukan berarti makanan ini dibuat khusus untuk kucing. Sebutan ini muncul karena porsinya yang mungil, mirip dengan makanan yang biasa diberikan kepada kucing peliharaan. Hidangan ini terdiri dari nasi dalam porsi kecil, dilengkapi dengan lauk sederhana seperti ikan pindang, teri, sambal, dan tempe, lalu dibungkus dengan daun pisang yang menambah aroma khas.

Tradisi makan nasi kucing berkembang seiring dengan munculnya angkringan—warung kaki lima khas Jawa yang menjadi tempat nongkrong favorit dari mahasiswa hingga pekerja. Selain harganya yang murah, angkringan menawarkan suasana santai dan penuh kehangatan.

Sejarah mencatat bahwa nasi kucing mulai dikenal luas sejak tahun 1930-an. Konsep angkringan pertama kali diperkenalkan oleh Karso Djukut, seorang warga Klaten yang membawa jualannya keliling kampung. Kemudian, model ini diikuti oleh Pairo, pedagang asal Klaten lainnya yang memilih menetap di sekitar Stasiun Tugu Yogyakarta, menjadikan angkringan sebagai bagian dari kehidupan malam kota pelajar.

Dari sekadar gerobak pikulan, nasi kucing kini menjadi kuliner legendaris yang tak hanya ada di Jawa, tetapi juga merambah ke kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung.

Meski sederhana, nasi kucing punya banyak variasi lauk yang bisa menggugah selera. Beberapa pilihan favorit di antaranya:
Ikan pindang atau teri goreng – memberikan rasa asin gurih yang khas Sambal pedas – sensasi nikmat yang menggigit Tempe atau tahu bacem – cita rasa manis khas Jawa Ayam suwir dan empal – bagi yang ingin lebih kenyangSate usus, sate telur puyuh, dan gorengan – camilan pendamping yang bikin ketagihan

Tak hanya itu, ada juga versi lebih besar dari nasi kucing, yaitu sego macan, yang ukurannya tiga kali lebih besar dan sering disajikan dengan nasi bakar.

Salah satu daya tarik utama nasi kucing adalah harganya yang ramah di kantong. Di daerah asalnya, satu bungkus nasi kucing bisa didapatkan dengan harga Rp 2.000 – Rp 5.000. Namun, di kota besar seperti Jakarta, harga bisa mencapai Rp 8.000 per bungkus—tetap terjangkau dibandingkan makanan lainnya.

Angkringan: Lebih dari Sekadar Tempat Makan

Nasi kucing dan angkringan adalah dua hal yang tak terpisahkan. Di Yogyakarta, warung ini disebut angkringan, di Semarang dikenal sebagai kucingan, sementara di Solo disebut warung hik.

Angkringan bukan hanya tempat makan, tetapi juga ruang sosial. Di sini, mahasiswa, seniman, pekerja, hingga pejabat bisa duduk berdampingan, menikmati nasi kucing sambil bercengkerama. Tradisi ini mencerminkan filosofi Jawa tentang kesederhanaan dan kebersamaan.

Dari masa ke masa, nasi kucing tetap bertahan sebagai kuliner favorit yang tidak hanya murah, tetapi juga penuh makna. Bagi para perantau, makan nasi kucing di angkringan sering kali menjadi momen nostalgia yang mengingatkan mereka pada suasana kota asal.

Jadi, jika Anda berkunjung ke Yogyakarta, Semarang, atau Surakarta, jangan lupa mampir ke angkringan dan rasakan kehangatan serta kelezatan nasi kucing yang sederhana namun berkesan.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *