Min.co.id ~ Indramayu ~ Di saat banyak pemimpin daerah berlomba menambah kenyamanan kerja dengan fasilitas mewah, Bupati Indramayu Lucky Hakim dan Wakil Bupati Syaefudin justru membuat keputusan berbeda dan membumi.
Mereka menolak pengadaan mobil dinas baru senilai Rp1,1 miliar yang seharusnya dipakai sebagai kendaraan operasional kepala daerah. Alasannya? Sederhana namun bermakna dalam: rakyat masih butuh hal yang jauh lebih penting daripada kemewahan roda empat.
“Saya coret pengadaan mobil baru untuk bupati dan wakil bupati. Nilainya lebih dari satu miliar. Prioritaskan saja untuk pembangunan yang bisa dinikmati masyarakat,” ujar Lucky dengan nada tegas, namun tenang.
Rencana pengadaan ini awalnya menggunakan sistem sewa mobil jenis Hyundai Palisade, SUV premium yang menjadi simbol kemewahan dan kenyamanan berkendara. Namun di bawah tangan pemimpin yang visioner dan peka terhadap kebutuhan masyarakat, rencana itu tidak mendapat ruang.
Lucky dan Syaefudin tahu, menolak fasilitas bisa jadi bukan pilihan populer di kalangan birokrasi. Tapi pilihan inilah yang membuat kepemimpinan mereka terasa jujur dan layak dipercaya. Di tengah tantangan pembangunan, mereka memilih efisiensi dan skala prioritas. Bukan demi citra, melainkan demi dampak nyata di desa-desa, di puskesmas-puskesmas, dan sekolah-sekolah pelosok Indramayu.
“Kami sepakat, bukan mobil baru yang kami butuhkan saat ini. Kami ingin anggaran itu kembali ke masyarakat,” tutur Syaefudin saat mendampingi bupati dalam pertemuan internal anggaran.
Langkah ini mungkin hanya secarik tanda tangan di atas nota dinas. Tapi dampaknya jauh dari kecil. Di mata rakyat, ini adalah pesan kuat bahwa kepemimpinan sejati adalah tentang menahan hak demi memenuhi kebutuhan yang lebih luas.
Indramayu hari ini tidak hanya punya pemimpin, tapi juga teladan. Dan di balik keputusan tanpa glamor ini, ada ketegasan yang menyuarakan harapan baru: bahwa anggaran publik sepenuhnya kembali untuk publik.(*)
Editor : Achmad / Min.co.id