Min.co.id ~ Jakarta ~ Di tengah tensi dagang yang kian memanas di awal kuartal kedua tahun 2025, Pemerintah Indonesia bersiap memainkan peran strategis dalam diplomasi ekonomi global. Kabar mengejutkan datang dari Gedung Putih, ketika Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif impor terbaru yang menyasar hampir seluruh negara mitra dagangnya Indonesia tak luput dari bidikan.
Tak tinggal diam, Indonesia menanggapi pengumuman tersebut dengan langkah taktis dan terukur. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, dalam pernyataan pers yang dirilis pada Kamis (3/4/2025), mengumumkan bahwa delegasi tingkat tinggi akan segera diterjunkan ke Washington DC untuk melakukan negosiasi langsung dengan Pemerintah AS.
“Sebagai bagian dari negosiasi, pemerintah Indonesia telah menyiapkan berbagai langkah untuk menjawab permasalahan yang diangkat oleh Pemerintah AS, terutama yang disampaikan dalam laporan National Trade Estimate (NTE) 2025,” demikian disampaikan Kemlu RI.
Presiden Trump menuduh sejumlah negara termasuk Indonesia melakukan pengenaan tarif tinggi atas produk asal AS. Sebagai respons, Trump memberlakukan tarif dasar 10 persen, yang berlaku mulai 5 April 2025, dan menambahkan skema tarif resiprokal bagi negara yang dianggap menetapkan bea masuk tinggi terhadap produk Amerika.
Indonesia akan dikenai tarif resiprokal sebesar 32 persen, karena dituding menetapkan tarif 64 persen atas barang-barang AS. Angka ini akan berlaku mulai 9 April 2025, dan berpotensi berdampak pada sektor ekspor nasional, khususnya produk manufaktur dan pertanian.
Indonesia tak bergerak sendiri. Sebagai negara anggota ASEAN, Indonesia juga menggagas langkah kolektif kawasan. Dalam komunikasi yang telah dilakukan dengan Malaysia pemegang Keketuaan ASEAN 2025 Indonesia mendorong perumusan sikap bersama untuk menghadapi kebijakan AS yang dinilai berpotensi mengganggu stabilitas perdagangan kawasan.
Pengenaan tarif ini bukan hanya menimpa Indonesia. Negara ASEAN lain juga merasakan tekanan: Kamboja (49%), Vietnam (46%), Thailand (36%), dan Malaysia (24%). Perbedaan tarif ini menunjukkan adanya pertimbangan strategis dari Washington dalam menakar respons dagang masing-masing negara.
“Kami memandang pentingnya kolaborasi regional agar tidak ada satu negara pun di ASEAN yang menghadapi beban ini sendirian,” kata seorang pejabat tinggi Kemlu RI yang enggan disebut namanya.
Kebijakan tarif terbaru ini menandai kembalinya gaya negosiasi keras Presiden Trump, yang sempat meredup pasca masa jabatannya sebelumnya. Kini, dengan mandat baru di Gedung Putih, Trump menggandeng strategi lama: “America First”, dengan wajah baru berupa bea masuk sebagai alat tawar menawar internasional.
Namun, Indonesia tetap memegang prinsip diplomasi solutif dan berbasis dialog. Langkah untuk mengirimkan delegasi ke Washington merupakan cerminan pendekatan Indonesia yang menjunjung tinggi hubungan bilateral, sembari menjaga kepentingan nasional.
“Negosiasi ini bukan sekadar soal angka, tapi soal menjaga kepercayaan, keberlanjutan dagang, dan reputasi Indonesia sebagai mitra yang konstruktif di mata dunia,” tegas sumber dari Kementerian Perdagangan.
Panggung perdagangan dunia sedang berada di persimpangan tajam. Satu sisi, proteksionisme semakin nyata; sisi lain, kerja sama dan diplomasi menjadi jalan yang tak terelakkan.
Indonesia, dalam langkahnya dari Jakarta ke Washington, bukan hanya membawa angka-angka ekspor, tapi juga semangat untuk terus membuka ruang dialog, mencari keseimbangan, dan memperjuangkan kepentingan nasional dalam kancah global yang semakin kompleks.(*)
Editor : Achmad
